BAB I
PENDAHULUAN
Banyak orang mempunyai pandangan
yang salah tentang kepuasan kerja. Mereka berpikir bahwa terpenuhinya kepuasan
kerja seseorang memang pengaruh dari sifat lahiriahnya. Banyak para
pemimpin atau manajer sebuah organisasi berpikir bahwa karyawan atau bawahan
yang malas adalah sebuah harga mati yang tak dapat dirubah.
Dengan berjalannya waktu, kita
menyadari bahwa ternyata terpenuhinya kepuasan kerja karyawan atau bawahan itu
dapat dipelajari serta dapat ditingkatkan. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh
interaksi seseorang terhadap sesamanya serta
situasi tempat dia bekerja. Kepuasan Kerja seorang karyawan sangatlah
membantu sebuah organisasi untuk memcapai visi dan misinya secara efisien dan
efektif. Maka dari itu dalam makalah ini kami selaku kelompok pertama akan
memaparkan ruang lingkup Kepuasan Kerja. Diharapkan dapat memberikan pengertian
lebih jelas tentang Kepuasan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kepuasan Kerja
Menurut
Werther dan Davis “Job satisfactions is the favorableness or unfavorableness
with which employes view their work” kepuasan kerja adalah keadaan yang
meyenangkan atau tidak meyenangkan, di mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka. Schermerhorn memberikan pengertian “Job satisfactions is the degree
to which an individual feels positively or negatively about his job”[1] kepuasan
kerja adalah tingkat di mana individu merasakan positif atau negatif tentang
suatu pekerjaan.
Sesuai dengan pendapat Stepen P.
Robbin dan Mary Coulter “Job satisfactions is a person with a high level of
job satisfaction has a positive attitude toward his her job, while a person who
is dissatisfaction has negative attitude”[2] kepuasan
kerja adalah seseorang yang mempunyai kepuasan yang tinggi akan melakukan
tindakan positif terhadap pekerjaaanya, sebaliknya orang yang tidak puas akan
menunjukkan tindakan negatif.
Menyatakan bahwa kepuasan kerja
dapat diduga dari sikap seseorang terhadap pekerjaanya. Ini beraarti sikap
karyawaan yang menyukai pekerjaanya berarti puas terhadap pekerjaaanya, begitu
pula sebaliknya orang yang tidak puas tidak akan menyukai pekerjaaanya.
Konsekuensinya adalah orang yang puas akan bersikap posutif, misalnya rajin
bekerja, sungguh-sungguh, dan mempunyai semagat kerja, sementara orang yang
tidak puas akan berprilaku negatif, misalnya jarang masuk kerja, melalaikan
tugas, dan malas.
Gibson, Ivancevich dan Donnely mengatakan “ Job satisfaction an
individual’s expression of personal well-being associated with doing the job
assigned"[3]
kepuasan kerja adalah ungkapan perasaan seseorang tentang kesejahteraan untuk
melakukan pekerjaan, bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap
pekerjaanya mereka. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaan,
persepsi adalah proses kognitif (pemberian arti) yang digunakan oleh seseorang
untuk menafsirkan dan memahami cara pandang individu dalam “melihat” hal yang
sama dengan cara yang berbeda-beda.
Menurut Luthan,’s “Job satisfactions
is a pleasurable or positive emotional
state resulting from the apraisal of one”[4] Kepuasan
kerja adalah suatu keadaan emosi yang meyenangkan atau positif sebagai akibat
dari pengalaman atau penilaian seseorang.
Menurut Robert Kreitner dan Angelo
Kinicki Terdapat lima hal yang berkaitan kepuasan kerja seseorang yaitu[5]:
- Pekerjaan itu sendiri
Maksudnya kepuasan pekerja itu
sendiri merupakan sumber utama kepuasan
- Gaji
Maksudnya upah dan benefit tidak
hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk
memberikan kebutuhan kepuasaan pada tingkat yang lebih tinggih
- Peluang – peluang promosi
Maksudnya kesempatan promosi
sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan, hal ini dikarenakan
promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan
contoh: promosi dengan kenaikan gaji 10% pada dasarnya tidak memuaskan dengan
kenaikan gaji 20%.
- Supervisi
Maksudnya mengawasi seberapa baik
kerja karyawan, memberi nasehat dan bantuan kepada individu dan berkomunikasi
dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan
- Rekan kerja
Maksudnya rekan kerja yang saling
ketergantungan antar anggota dalam meyelesaikan pekerjaan akan memiliki
kepuasan kerja yang lebih tinggih, rekan kerja yang baik atau tim yang efektif
membuat pekerjaan menjadi meyenangkan akan tetapi jika kondisi sebaliknya
terjadi orang akan sulit untuk bekerja sama dan akan memberikan efek negatif
pada kepuasan kerja[6]
B. Faktor
Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
1. Faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal yang dapat menimbulkan dan
mendorong kepuasan kerja yaitu[7]:
ü
Faktor
Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan
keterampilan.
ü
Faktor
Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama
karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
ü
Faktor
Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja
dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan
waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan,
pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
ü
Faktor
Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam
tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
2. Menurut Robbins
Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja yaitu:
ü
Pekerjaan
yang secara mental menantang
Artinya
orang lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan mereka keragaman
tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana kinerja mereka.
ü
Imbalan yang
setimpal
Artinya
karyawan mengiginkan sistem pembayaran dan kebijakan promosi yang mereka anggap
adil dan sesuai dengan harapan mereka, misalkan memberikan peluang promosi
secara terbuka dan adil
ü
Kondisi
kerja yang mendukung
Artinya
karyawan peduli dengan lingkungan kerja mereka untuk keyamanan pribadi sekaligus untuk
menfasilitasi kinerja yang baik, misalnya tempat kerja relatif dekat dengan
tempat tinggal, berada dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan
dengan perlengkapan dan peralatan yang memadai.
ü
Mitra kerja
yang mendukung
Artinya
orang sering mengundurkan diri dari suatu pekerjaan lebih sekedar masalah uang
atau pencapaian yang nyata, oleh karna itu mitra kerja yang ramah dan mendukung
mendorong kepuasan kerja, perilaku atasan dan bawahan juga menjadi penentu
pentingnya kepuasan kerja
3. Chiseli
dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasa
kerja yaitu :
ü Kedudukan
ü Pangkat Kerja
ü Masalah Umur
ü Jaminan finansial dan
jaminan sosial
ü Mutu Pengawasan
4. Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja
sebagai berikut :
ü Faktor hubungan antar
karyawan
ü Faktor-faktor Individual
ü Faktor-faktor luar
5.
Pendapat
Gilmer tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
ü Kesempatan untuk maju
ü Keamanan kerja
ü Gaji
ü Perusahaan dan manajemen
ü Pengawasan (Supervisi)
ü Faktor intrinsik dari
pekerjaan
ü Kondisi kerja
ü Aspek sosial dalam pekerjaan
ü Komunikasi
ü Fasilitas
C.
Teori-Teori kepuasan kerja
Menurut Wexley dan Yukl teori-teori tentang kepuasan
kerja ada beberapa macam yang lazim dikenal yaitu:
1. Teori Perbandingan
Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan
atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari
perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap
berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi
harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan
antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil,
sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari
pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity
Theory)
Seseorang
akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan
atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi
diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori
hirarki Maslow
Teori Maslow
adalah kebutuhan tersusun dalam suatu hierarki. Kebutuhan ditingkat pertama
yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologi, dan kebutuhan tingkat tinggih
adalah kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai
berikut:
ü Fisiologi (phsysiological) . kebutuhan yang paling
dasar yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari sakit
ü Keamanan dan keselamatan (safety and security). kebutuhan
untuk aman dari ancaman fisik maupun
psikologi
ü Kebersamaan, sosial dan cinta,kebutuhan akan
pertemanan , interaksi dan cinta
ü Harga diri (esteem).kebutuhan akan harga diri dan rasa
hormat dari orang lain
ü Aktualisasi diri (selft-actualization). Kebutuhan
untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan cara maksimum menggunakan
kemampuan, keterampilan dan potensi.
4. Teori Dua – Faktor ( Two
Factor Theory )
Teori ini
dikenal sebagai teori motivasi dua faktor (hygien-motivasi) bisa juga disebut
faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik ( faktor ketidakpuasan kerja
hygien factor) meliputi: upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja,`status,
prosedur perusahaan, mutu supervisi, hubungan antar pribadi diantara rekan
sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan.
Sedangkan faktor intrinsik (faktor pemuas atau motivator) meliputi:
prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri,
kemungkinan berkembang. Jadi suatu kondisi kerja
Prinsip dari teori ini adalah bahwa
kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori
ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang
satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan
satisfier atau motivators.
Satisfier
atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai
sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang,
tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan
berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk
motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor
ini disebut sebagai pemuas. gghgvh
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne danCascio,).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne danCascio,).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha.
Di lain
pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan
kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi.
D.
Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau
kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler
dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik
dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan
diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak
mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk
kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan
dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
2.
Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter
& Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan
jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat
spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan
kerja. Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih
besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Menurut
Robbins ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan
ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan
dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari
sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan,
ü Keluar
(Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan.
Termasuk mencari pekerjaan lain.
ü Menyuarakan
(Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif
untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasannya.
ü Mengabaikan
(Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan
menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat,
upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
ü Kesetiaan
(Loyality): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif
sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap
kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen
akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
E.
Relevansi Kepuasan Kerja
dalam Lembaga Pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah
proses penyelenggara pendidikan
mengharapkan suatu outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara lain
:
1.
Pemerataan Pendidikan
2.
Kualitas Pendidikan
3.
Relevansi Pendidikan
4.
Efisiensi Pendidikan
5.
Efektivitas Pendidikan
Lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan sudah
barang tentu melibatkan masyarakat, pemerintah dan orang tua di dalam
memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan sebagaimana tersebut di atas.
Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan maka yang
terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus bagi
ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi pendidikan)
merupakan suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome
tersebut diperoleh kurang memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan.
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan dalam
penyelenggaraan pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
Yang merupakan
interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik organisasi pendidikan.
Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya
produktivitas atau outcome pendidikan.
Selaras dengan era Otonomi
Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka bergulir pula era Otonomi
Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah paradigma
pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai aspek
sebagai berikut (Jalal dan Supriadi.2001) :
Paradigma
Lama
|
Paradigma
Baru
|
·
Sentralistik
·
Kebijakan yang top down
·
Orientasi pengembangan
parsial pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan
teknologi perakitan
·
Peran serta pemerintah sangat dominan
·
Lemahnya peran instusi non
sekolah
|
·
Desentralistik
·
Kebijakan yang bottom up
·
Orientasi pengembangan holistik pendidikan untuk
mengembangkan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya menjunjung
tinggi moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, kesadaran
hukum.
·
Meningkatkan peran serta masyarakat secara
kualitatif dan kuantitatif.
·
Pemberdayaan institusi masyarakat, keluarga,
LSM, pesantren dan dunia usaha
|
BAB
III
KESIMPULAN
- Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
- Bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari outcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak memuaskan sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
John R. Schermerhorn, James G. Hut And Richard N. Osborn,
Organizational Behavior, Tenth Edition (New York: John Wiley & Son, Inc,
2007)
James L, Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly,
Jr, Organizations Behavior Stucture Process, Chicago: Irwin Book Team, 1997)
Fred Luthan, Organizational Behavior, (New York: Mc
Graw-Hill,2008)
Robbert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational
Behavior Key Concepts, Skill & Best Practices, (New York: Mc
Graw-Hill,2008)
Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management,Pearson
International Edition,(New Jesery: Pearson Prentice Hall,2007)
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/
[1]
John R. Schermerhorn, James G. Hut
And Richard N. Osborn, Organizational Behavior, Tenth Edition (New York: John
Wiley & Son, Inc, 2007),p.70
[2]
Stephen P. Robbins and Mary Coulter,
Management,Pearson International Edition,(New Jesery: Pearson Prentice
Hall,2007),p,421
[3]
James L, Gibson, John M. Ivancevich,
James H. Donnelly, Jr, Organizations Behavior Stucture Process, (Chicago: Irwin
Book Team, 1997),p,356
[4]
Fred Luthan, Organizational
Behavior, (New York: Mc Graw-Hill,2008),p,141
[5]
Robbert Kreitner dan Angelo Kinicki,
Organizational Behavior Key Concepts, Skill & Best Practices, (New York: Mc
Graw-Hill,2008),p,163
[6]
Ibid
[7]
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar