Rabu, 22 Februari 2012

kepuasan kerja


BAB I
PENDAHULUAN
Banyak orang mempunyai pandangan yang salah tentang kepuasan kerja. Mereka berpikir bahwa terpenuhinya kepuasan kerja seseorang memang pengaruh dari sifat lahiriahnya. Banyak para pemimpin atau manajer sebuah organisasi berpikir bahwa karyawan atau bawahan yang malas adalah sebuah harga mati yang tak dapat dirubah.
Dengan berjalannya waktu, kita menyadari bahwa ternyata terpenuhinya kepuasan kerja karyawan atau bawahan itu dapat dipelajari serta dapat ditingkatkan. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh interaksi seseorang terhadap sesamanya serta  situasi tempat dia bekerja. Kepuasan Kerja seorang karyawan sangatlah membantu sebuah organisasi untuk memcapai visi dan misinya secara efisien dan efektif. Maka dari itu dalam makalah ini kami selaku kelompok pertama akan memaparkan ruang lingkup Kepuasan Kerja. Diharapkan dapat memberikan pengertian lebih jelas tentang Kepuasan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kepuasan Kerja
            Menurut Werther dan Davis “Job satisfactions is the favorableness or unfavorableness with which employes view their work” kepuasan kerja adalah keadaan yang meyenangkan atau tidak meyenangkan, di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Schermerhorn memberikan pengertian “Job satisfactions is the degree to which an individual feels positively or negatively about his job”[1] kepuasan kerja adalah tingkat di mana individu merasakan positif atau negatif tentang suatu pekerjaan.
Sesuai dengan pendapat Stepen P. Robbin dan Mary Coulter “Job satisfactions is a person with a high level of job satisfaction has a positive attitude toward his her job, while a person who is dissatisfaction has negative attitude”[2] kepuasan kerja adalah seseorang yang mempunyai kepuasan yang tinggi akan melakukan tindakan positif terhadap pekerjaaanya, sebaliknya orang yang tidak puas akan menunjukkan tindakan negatif.
Menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat diduga dari sikap seseorang terhadap pekerjaanya. Ini beraarti sikap karyawaan yang menyukai pekerjaanya berarti puas terhadap pekerjaaanya, begitu pula sebaliknya orang yang tidak puas tidak akan menyukai pekerjaaanya. Konsekuensinya adalah orang yang puas akan bersikap posutif, misalnya rajin bekerja, sungguh-sungguh, dan mempunyai semagat kerja, sementara orang yang tidak puas akan berprilaku negatif, misalnya jarang masuk kerja, melalaikan tugas, dan malas.
Gibson, Ivancevich dan Donnely  mengatakan “ Job satisfaction an individual’s expression of personal well-being associated with doing the job assigned"[3] kepuasan kerja adalah ungkapan perasaan seseorang tentang kesejahteraan untuk melakukan pekerjaan, bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaanya mereka. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaan, persepsi adalah proses kognitif (pemberian arti) yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami cara pandang individu dalam “melihat” hal yang sama dengan cara yang berbeda-beda.
Menurut Luthan,’s “Job satisfactions  is a pleasurable or positive emotional state resulting from the apraisal of one”[4] Kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi yang meyenangkan atau positif sebagai akibat dari pengalaman atau penilaian seseorang.



Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki Terdapat lima hal yang berkaitan kepuasan kerja seseorang yaitu[5]:
  1. Pekerjaan itu sendiri
Maksudnya kepuasan pekerja itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan
  1. Gaji
Maksudnya upah dan benefit tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasaan pada tingkat yang lebih tinggih
  1. Peluang – peluang promosi
Maksudnya kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan, hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan contoh: promosi dengan kenaikan gaji 10% pada dasarnya tidak memuaskan dengan kenaikan gaji 20%.
  1. Supervisi
Maksudnya mengawasi seberapa baik kerja karyawan, memberi nasehat dan bantuan kepada individu dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan
  1. Rekan kerja
Maksudnya rekan kerja yang saling ketergantungan antar anggota dalam meyelesaikan pekerjaan akan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggih, rekan kerja yang baik atau tim yang efektif membuat pekerjaan menjadi meyenangkan akan tetapi jika kondisi sebaliknya terjadi orang akan sulit untuk bekerja sama dan akan memberikan efek negatif pada kepuasan kerja[6]
B.  Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
  1. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat   beberapa hal yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja  yaitu[7]:
ü  Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
ü  Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
ü  Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
ü  Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
2. Menurut Robbins Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja yaitu:
ü  Pekerjaan yang secara mental menantang
Artinya orang lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan mereka keragaman tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana kinerja mereka.
ü  Imbalan yang setimpal
Artinya karyawan mengiginkan sistem pembayaran dan kebijakan promosi yang mereka anggap adil dan sesuai dengan harapan mereka, misalkan memberikan peluang promosi secara terbuka dan adil
ü  Kondisi kerja yang mendukung
Artinya karyawan peduli dengan lingkungan kerja mereka untuk  keyamanan pribadi sekaligus untuk menfasilitasi kinerja yang baik, misalnya tempat kerja relatif dekat dengan tempat tinggal, berada dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan perlengkapan dan peralatan yang memadai.
ü  Mitra kerja yang mendukung
Artinya orang sering mengundurkan diri dari suatu pekerjaan lebih sekedar masalah uang atau pencapaian yang nyata, oleh karna itu mitra kerja yang ramah dan mendukung mendorong kepuasan kerja, perilaku atasan dan bawahan juga menjadi penentu pentingnya kepuasan kerja
3. Chiseli dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasa kerja yaitu :
ü  Kedudukan
ü  Pangkat Kerja
ü  Masalah Umur
ü  Jaminan finansial dan jaminan sosial
ü  Mutu Pengawasan


4.  Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut :
ü  Faktor hubungan antar karyawan
ü  Faktor-faktor Individual
ü  Faktor-faktor luar
5.      Pendapat Gilmer tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
ü  Kesempatan untuk maju
ü  Keamanan kerja
ü  Gaji
ü  Perusahaan dan manajemen
ü  Pengawasan (Supervisi)
ü  Faktor intrinsik dari pekerjaan
ü  Kondisi kerja
ü  Aspek sosial dalam pekerjaan
ü  Komunikasi
ü  Fasilitas
C.  Teori-Teori kepuasan kerja
Menurut Wexley dan Yukl  teori-teori tentang kepuasan kerja ada beberapa macam yang lazim dikenal yaitu:
1.      Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2.      Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3.      Teori hirarki Maslow
Teori Maslow adalah kebutuhan tersusun dalam suatu hierarki. Kebutuhan ditingkat pertama yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologi, dan kebutuhan tingkat tinggih adalah kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut:
ü  Fisiologi (phsysiological) . kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari sakit
ü  Keamanan dan keselamatan (safety and security). kebutuhan untuk aman dari      ancaman fisik maupun psikologi
ü  Kebersamaan, sosial dan cinta,kebutuhan akan pertemanan , interaksi dan cinta
ü  Harga diri (esteem).kebutuhan akan harga diri dan rasa hormat dari orang lain
ü  Aktualisasi diri (selft-actualization). Kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan cara maksimum menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi.
4.      Teori Dua – Faktor ( Two Factor Theory )
Teori ini dikenal sebagai teori motivasi dua faktor (hygien-motivasi) bisa juga disebut faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik ( faktor ketidakpuasan kerja hygien factor) meliputi: upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja,`status, prosedur perusahaan, mutu supervisi, hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan.  Sedangkan faktor intrinsik (faktor pemuas atau motivator) meliputi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan berkembang. Jadi suatu kondisi kerja
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.                                       gghgvh
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan.  Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne danCascio,).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha.
Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi.

D.  Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Menurut Robbins ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan,
ü  Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
ü  Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
ü  Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
ü  Kesetiaan (Loyality): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
E.      Relevansi Kepuasan Kerja dalam Lembaga  Pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah proses penyelenggara pendidikan mengharapkan suatu outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara lain :
1.        Pemerataan Pendidikan
2.        Kualitas Pendidikan
3.        Relevansi Pendidikan
4.        Efisiensi Pendidikan
5.        Efektivitas Pendidikan
Lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan sudah barang tentu melibatkan masyarakat, pemerintah dan orang tua di dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan sebagaimana tersebut di atas. Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan maka yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus bagi ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi pendidikan) merupakan suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome tersebut diperoleh kurang memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan.
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan dalam penyelenggaraan pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Yang merupakan interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas atau outcome pendidikan.











Selaras dengan era Otonomi Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka bergulir pula era Otonomi Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah paradigma pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai aspek sebagai berikut (Jalal dan Supriadi.2001) :
Paradigma Lama
Paradigma Baru
·         Sentralistik
·         Kebijakan yang top down
·         Orientasi pengembangan parsial pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan teknologi perakitan
·         Peran serta pemerintah sangat dominan
·         Lemahnya peran instusi non sekolah
·         Desentralistik
·         Kebijakan yang bottom up
·         Orientasi pengembangan holistik pendidikan untuk mengembangkan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya menjunjung tinggi moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, kesadaran hukum.
·         Meningkatkan peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif.
·         Pemberdayaan institusi masyarakat, keluarga, LSM, pesantren dan dunia usaha
















BAB III
KESIMPULAN
  1. Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
  2. Bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari outcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak memuaskan sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi pendidikan




















DAFTAR PUSTAKA

John R. Schermerhorn, James G. Hut And Richard N. Osborn, Organizational Behavior, Tenth Edition (New York: John Wiley & Son, Inc, 2007)

James L, Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr, Organizations Behavior Stucture Process, Chicago: Irwin Book Team, 1997)

Fred Luthan, Organizational Behavior, (New York: Mc Graw-Hill,2008)

Robbert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior Key Concepts, Skill & Best Practices, (New York: Mc Graw-Hill,2008)

Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management,Pearson International Edition,(New Jesery: Pearson Prentice Hall,2007)

http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/









[1] John R. Schermerhorn, James G. Hut And Richard N. Osborn, Organizational Behavior, Tenth Edition (New York: John Wiley & Son, Inc, 2007),p.70
[2] Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management,Pearson International Edition,(New Jesery: Pearson Prentice Hall,2007),p,421
[3] James L, Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr, Organizations Behavior Stucture Process, (Chicago: Irwin Book Team, 1997),p,356
[4] Fred Luthan, Organizational Behavior, (New York: Mc Graw-Hill,2008),p,141

[5] Robbert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior Key Concepts, Skill & Best Practices, (New York: Mc Graw-Hill,2008),p,163
[6] Ibid
[7] http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar