BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami stres. Stres tersebut
tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam bekerja.
Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat
menyebabkan sters dalam bekerja.
Banyak orang yang
tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal
apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut kita dapat
mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya
keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang mengalami stres
melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam bekerja.
Untuk menjaga
kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil agar terjadi
singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi.
Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang
dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat dicegah.
Namun tidak dapt
dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap
karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu
sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam
bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah
muncul peran dari organisasi untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan
(stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini organisasi dapat
menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak mengurangi
kinerja karyawan tersebut.
Melihat kejadian
stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami akan
membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana stres dan
penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam bekerja. Secara
lebih jelas mengenai stres dan stres kerja akan kami bahas pada Bab II. Yang
akan memberikan gambaran mengenai stres yang sering dialami.
B. Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang ingin
kami sampaikan dalam makalah ini adalah:
1.
Untuk
lebih mengerti mengenai stres dan stres kerja.
2.
Untuk
memehami mengenai jenis-jenis stres.
3.
Untuk
mengetahui model stres.
4.
Untuk
mengetahui moderator stres.
5.
Agar
kita menegtahui apa saja gejala stres dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh
stres tersebut.
6.
Agar
kita tahu bagaimana cara mencegah stres.
C.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
kami bahas dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.
Apa
yang dimaksud dengan stres dan stres kerja?
2.
Apa
saja jenis-jenis stres?
3.
Seperti
apa model stres tersebut?
4.
Apa
saja moderator stres?
5.
Apa
saja gejala stres dan dampaknya?
6.
Bagaimana
cara mencegah dan mengurangi stres yang terjadi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Stres dan Stres Kerja
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi
gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di
dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous,
merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses
beriikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya
stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan
mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak
dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan
tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Menurut
Robbins, stress is a dynamic condition in
which an individual is confronted with an opportunity, deman, or resource
related to what the individual desires and for which the outcome is perceived
to be both uncertain and important.[1]
Didefinisikan bahwa stres merupakan suatu
kondisi dinamis di mana individu
dihadapkan dengan kesempatan, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa yang menjadi keinginan
dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat
dipastikan.
Selanjutnya, Gibson dan kawan-kawan juga mengemukakan
bahwa stres adalah suatu tanggapan penyesuaian, diperantai oleh
perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses psikologis, yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau
peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan
kepada seseorang.[2]
Dari kedua definisi di atas dapat diambil suatu
pengertian bahwa stres tidak dengan sendirinya dianggap jelek, walaupun
lazimnya dibahas dalam konteks negatif. Karena stres juga memiliki nilai
positif (peluang) jika stres itu menawarkan perolehan yang potensial.
Kadangkala orang membutuhkan stres untuk membuat dirinya berhasil mengerjakan sesuatu.
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat
kata sepakat dan kesamaan persepsi
tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati)[3],
mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang
terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati) memandangnya sebagai respon adaptif yang
merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai,
situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati)[4]
memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya
sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya.
Menurut Mangkunegara, stres kerja adalah perasaan tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini terlihat
antara lain dari emosi yang tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, lemas, gugup,
tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.[5]
Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang
dihadapakan pada tuntutan pekerjaan melampaui kemampuan individu tersebut, maka
dikatakan bahwa individu itu telah mengalami stres kerja. Seorang karyawan
dapat dikatakan telah mengalami stres kerja bila urusan stres yang dialaminya
melibatkan juga pihak organisasi di mana ia bekerja dan dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi dirinya dan lembaga di mana ia bekerja.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres
kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik
kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat
terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
B.
Jenis-Jenis Stres
Quick dan Quick (1984)[6] mengkategorikan jenis stres
menjadi dua, yaitu:
1)
Eustress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2)
Distress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
C.
Model Stres
Pada gambar di bawah ini menampilkan sebuah model
instruksi dari sebuah stress yang berkaitan dengan pekerjaan. Model
tersebut menunjukkan bahwa empat jenis stressor mengarah pada stress yang
dirasakan, yang pada gilirannya, memunculkan berbagai hasil. Model tersebut
juga menggolongkan beberapa perbedaan individual yang memoderatkan hubungan
stressor-stres-hasil.[7]
Gambar:
Model Stres Pekerja
Stresor Hasil
|
dirasakan
- Stresor
Stresor (Stressor) adalah faktor-faktor penyebab
yang menimbulkan stress. Dengan kata lain, stresor adalah suatu prasyarat untuk
mengalami respon stres. Gambar di atas menunjukkan empat jenis utama stresor
yaitu individual, kelompok, organisasi dan diluar organisasi.
a.
Tingkat
Individual
Stressor tingkat individual adalah
stressor yang berkaitan secara langsung dengan tugas-tugas kerja seseorang.
Contoh stressor yang paling umum adalah tuntutan pekerjaan, kelebihan beban
kerja, konflik peran, ambiguitas peran, kerepotan sehari-hari, pengendalian
yang dirasakan atas peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja, dan
karakteristik pekerjaan.
Para manajer dapat membantu
mengurangi stressor ini dengan memberikan arahan dan dukungan dan secara adil
mengalokasikan penugasan pekerjaan di dalam unit kerja. Akhirnya, keamanan
kerja adalah stressor tingkat individual yang penting untuk dikelola karena
berkaitan dengan meningkatnya kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan kinerja,
dan hal ini sedang mengalami penurunan.
b.
Tingkat
Kelompok
Stressor
tingkat kelompok disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku manajerial.
Para manajer menciptakan stress pada karyawan dengan:
1)
menunjukkan
perilaku yang tidak konsisten
2)
gagal
memberikan dukungan
3)
menunjukkan
kekurangpedulian
4)
memberikan
arahan yang tidak memadai
5)
menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang
tinggi
6)
memfokuskan pada hal-hal negatif sementara itu
mengabaikan kinerja yang baik
c.
Tingkat Organisasi
Stresor
organisasi mempengaruhi sebagian besar karyawan. Sebagai contoh, sebuah
lingkungan dengan tekanan yang tinggi menempatkan permintaan kerja yang terus-menerus
pada karyawan akan menyalakan respon stres. Sebaliknya penelitian menyediakan
dukungan awal untuk gagasan bahwa manajemen partisipatif dapat mengurangi stres
organisasional. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi merupakan suatu
sumber lain dari stres organisasional.
Sebagai
tambahan atas beberapa jenis stresor ini, sebagian orang juga fobia terhadap
teknologi. Akhirnya, desain kantor dan lingkungan umum kantor merupakan stresor
tingkat organisasional yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa penerangan
yang buruk, suara yang bising, penempatan perabot yang tidak tepat, dan suatu
lingkungan kotor atau bau akan menciptakan stres.
d.
Ekstraorganisasional
Stresor
diluar organisasi (extra organizational stressors) adalah stressor yang disebabkan
oleh faktor di luar organisasi. Sebagai contoh, konflik yang berkaitan dengan
penyeimbangan kehidupan karier dan keluarga seseorang sangatlah membuat stress.
Status sosial ekonomi adalah stresor ekstra organisasional yang lain. Stres
yang lebih tinggi terjadi pada orang-orang dengan status sosial ekonomi lebih
rendah, yang menggambarkan suatu kombinasi dari:
1)
Status ekonomi, sebagaimana diukur dengan pendapatan
2) Status
sosial, yang dinilai dengan tingkat pendidikan
3)
Status kerja, sebagaimana diindekskan oleh pekerjaan.
2.
Stres yang Dirasakan
Stres yang
dirasakan menggambarkan persepsi keseluruhan seseorang individu mengenai
bagaimana berbagai stresor mempengaruhi kehidupannya. Persepsi terhadap stresor
ini merupakan suatu komponen yang penting di dalam proses stres karena orang
menginterprestasikan stresor yang sama secara berlainan.
3.
Hasil
Para ahli teori
menyatakan bahwa stres memiliki konsekuensi atau hasil psikologis yang
berkaitan dengan sikap, keprilakuan, kognitif, dan kesehatan fisik. Sebuah
badan penelitian yang besar mendukung dampak negatif dari stres yang dirasakan
pada banyak aspek kehidupan kita. Stres berkaitan secara negatif dengan
kepuasan kerja, komitmen organisasional, emosi positif, dan kinerja yang
berhubungan secara positif dengan tingkat perputaran yang disebabkan oleh
kepenatan.
4. Perbedaan Individual
Orang tidak
mengalami tingkat stres yang sama atau menunjukkan hasil yang serupa untuk
suatu jenis stresor tertentu. Sebagai contoh, jenis stresor yang dialami di
tempat kerja bervariasi menurut pekerjaan dan jenis kelamin. Stresor untuk
pengendalian yang rendah adalah lebih tinggi pada pekerjaan klerikal tingkat
rendah daripada pekerjaan profesional, dan konflik antar pribadi merupakan
suatu sumber stres yang lebih besar bagi kaum wanita daripada kaum pria.
Pengendalian yang dirasakan juga merupakan suatu moderator yang signifikan dari
proses stres. Orang merasakan tingkat stres yang lebih rendah dan mengalami
konsekuensi yang lebih mendukung pada saat mereka percaya bahwa mereka dapat
mengendalikan stresor yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Akhirnya, ciri kepribadian kekerasan atau sisinme yang
kronis juga memoderatkan stres. Penelitian menunjukan bahwa orang yang secara
terus-menerus marah, ingin tahu, tidak mudah percaya akan memiliki kemungkin
dua kali lipat lebih besar untuk mengalami penutupan ateri koroner. Walaupun
para peneliti telah mampu mengidentifikasi beberapa moderator yang penting,
masih terdapat suatu jurang yang lebar dalam mengidentifikasi perbedaan
individual yang relevan.
D.
Moderator Stres
Stressor membangkitkan berbagai respons yang berbeda dari
orang yang berbeda. Beberapa orang lebih mampu menghadapi suatu stressor daripada orang lain. Dilain pihak, orang lain
rentan terhadap stress, ini berarti mereka tidak mampu beradaptasi dengan
stressor. Suatu moderator adalah suatu kondisi, prilaku, atau karakteristik
yang mempengaruhi hubungan antara dua variabel. Efeknya mungkin akan memperkuat
atau memperlemah hubungan. Banyak
kondisi, prilaku dan karekteristik mungkin bertindak sebagai moderator
stress, termasuk variable-variabel seperti usia, jenis kelamin dan tingkat
ketabahan. Tipe-tipe
moderator antara lain (1) kepribadian, (2) prilaku tipe A (3) dukungan sosial,
(4) penanggulangan..
(1) Kepribadian
Istlah
kepribadian merujuk pada serangkaian karekteristik, temperamen, dan
kecenderungan yang relativ stabil, yang membentuk kemiripan dan perbedaan dalam
prilaku orang. Kepribadian dibuat dari lima dimensi yaitu: exstroversion,
emotional stability, agreeableness, consientiousness, dan openness to
experience. Emotional stability merupakan hubungan yang paling jelas dalam
stress, dan cenderung tidak kewalahan dengan stress dan lebih cepat pulih.
Exstroversion juga lebih cenderung mengalami keadaan emosional positif karena
mereka banyak mendapat dukungan saat tertekan.
Agreeableness lebih cenderung untuk bersifat antagonis, tidak simaptik
dan bahkan kasar terhadap orang lain dan kemungkinan stress berasala dariorang
lain. Consientiousness merupakan dimensi Big Fife yang secara konsisten
berhubungan dengan kinerja dan keberhasilan pekerjaan dan lebih cenderung tidak
mengalami stress berkenaan dengan aspek ini dalam pekerjaan mereka. Openness to
experience akan lebih siap untuk berhadapan dengan stressor yang dihubungkan
dengan perubahan karena mereka lebih mungkin untuk memndang perubahan sebagai
suatu tantangan dan bukan ancaman.
(2) Perilaku tipe A
Definisi
perilaku tipe A menurut Meyer Friedman dan Ray Rosenman adalah suatu kompleks
tindakan emosi yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara
agresif dalam suatu perjuangan yang terus menerus dan tak henti-henti untuk
mencapai hal yang lebih lagi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih singkat
lagi dan jika perlu melawan usaha yang berkebalikan dari orang atau hal lain.
Adapun karakteristik
tipe A antara lain :
(a)
Secara
kronik berusaha untuk menyelesaikan sebanyak mungkin hal dalam priode waktu
yang sangat singkat
(b)
Agresif, ambisius, kompetititf, dan penuh
energi
(c)
Berbicara dengan meledak-ledak, mendorong
orang lain untuk menyelesaikan apa yang mereka katakan.
(d)
Tidak sabar, tidak suka menunggu dan
menganggap menunggu sebagai membuang waktu yang berharga.
(e)
Sibuk dengan tenggat waktu dan berorientesi
pada pekerjaan
(f)
Selalu berjuang dengan orang, hal, dan peristiwa.
Penelitian
tipe A dan impilkasi manajemen, para karyawan tipe A cenderung lebih produktif
daripada rekan kerja mereka yang bertipe B. Suatu analisis yang terdiri dari 99
penelitian mengungkapkan bahwa individu tipe A memiliki detak jantung yang lebih
cepat, tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dan tekanan darah sistolik
yang lebih tinggi daripada orang tipe B.
Orang tipe A juga menunjukkan
aktivitas kardiovaskuler yang lebih besar pada saat menghadapisituasi berikut
ini.
1.
Menerima umpan balik positif atau negative
2.
Menerima pelecehan atau kritik verbal
3.
Tugas yang memerlukan mental kebalikan dengan
pekerjaan fisik.
(3) Dukungan sosial
Dukungan
sosial dapat didefinisikan sebagai rasa nyaman, bantuan, atau informasi yang
diterima seseorang melalui kontak formal atau informal dengan individu atau
kelompok. Dukungan sosial bisa berbentuk dukungan emosi (mengekspresikan
kekhawatiran, mengindikasikan kepercayaan, meningkatkan harga diri,
mendengarkan), dukungan penilaian (menyediakan umpan balik dan afirmasi), atau
dukungan informasi (memberikan nasihat, memberikan saran, menyediakan
pengarahan).
0rang
yang dapat berperan sebagai sumber dari dukungan sosial di tempat kerja dapat
mencakup supervisor, rekan kerja, bawahan, dan konsumen atau orang-orang di
luar tempat kerja yang dikenal oleh karyawan. Sumber dukungan di luar ruang
lingkup pekerjaan dapat mencakup anggota keluarga, teman, dan lain-lain. Ada
empat jenis dukungan sosial :
1)
Dukungan penghargaan, memberikan informasi
bahwa seseorang di terima dan di hargai terlepas dari berbagai persoalan atau
ketidakcukupan apapun.
2)
Dukungan informasional, memberikan bantuan
dalam mendefinisikan, memahami, dan menanggulangi persoalan.
3)
Persahabatan sosial, menghabiskan waktu
dengan orang lain dalam kesenangan dan aktivitas rekreasi.
4)
Dukungan instrumental, memberikan bantuan
keuangan, sumber daya materiil, atau pelayanan yang di butuhkan.
(4) Penanggulangan
Penanggulangan
adalah proses mengelola permintaan (eksternal atau internal) yang di nilai
sebagai beban atau melebihi sumber daya seseorang. Karena penanggulangan yang
efektif maka mampu membantu mengurangi pengaruh stressor dan stress. Proses
penanggulangan memiliki tiga komponen utama : 1) faktor situasional dan
pribadi, 2) penilaian kognitif atas stressor, dan 3) strategi penanggulangan.
1) Faktor situasional dan pribadi
Faktor situasional adalah ciri-ciri
lingkungan yang mempengaruhi orang yang menginterpretasikan stressor. Contohnya
: ambiguitas dari suatu situasi seperti berjalan di sebuah jalan yang gelap.
Faktor pribadi adalah ciri kepribadian dan
sumber daya pribadi yang memengaruhi penilaian atas stressor. Contoh :
karena lelah atau sakit dapat mengganggu
interpretasi atas stressor, seorang individu yang sangat lelah mungkin akan
menilai pertanyaan yang sangat polos sebagai suatu ancaman atau tantangan.
2)
Penilaian kongnitif atas stressor
Penilaian kongnitif mencerminkan persepsi keseluruhan seorang
individu atau evaluasi atas sebuah situasi atau stressor. Penilaian kongnitif
mengakibatkan suatu penggolongan situasi atau stressor sebagai membahayakann
mengancam, atau menantang. Bahaya (termasuk kerugian) menggambarkan kerusakan
yang telah terjadi, ancaman melibatkan potensi untuk bahaya dan tantangan,
berarti potensi untuk keuntungan yang signifikan dibawah ketidakbiasaan yang
sulit. Penanggulangan dengan bahaya biasanya berlanjut dengan tidak melakukan
atau pengintrepretasian ulang sesuatu yang muncul dimasa lalu karena kerusakan
telah terjadi.
3)
Strategi penanggulangan
Strategi penanggulangan dicirikan dengan
prilaku dan pengenalan khusus yang digunakan untuk menanggulangi suatu situasi.
Orang menggunakan suatu kombinasi dari tiga pendekatan untuk menanggulangi
steresor dan steres. Pertama, disebut sebagai strategi pengendalian, terdiri
atas penggunaan prilakudan pengenalan untuk menghadapi atau memecahkan
persoalan secara langsung.
Suatu strategi pengendalian cenderung
bersifat mengambil yanggung jawab. Berlawanan dengan menangani persoalan
menagani persoalan secara langsung stategi melarikan diri berusaha untuk
menghindari persoalan. Stratesi manajemen gejala terdiri atas penggunaan
metode-metode seperti relaksasi, meditasi, pengobatan, atau latihan untuk
mengatur gejala stres yang berkaitan dengan pekerjaan.
E. Gejala-Gejala dan Dampak Stres
1. Gejala-Gejala
Stres
Terry Beehr dan John Newman dalam Rice,[8]
mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari
stres pada individu, yaitu:
a)
Gejala
psikologis
Berikut
ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian
mengenai stres pekerjaan :
1.
Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
2.
Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
3.
Sensitif dan hyperreactivity
4.
Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
5.
Komunikasi yang tidak efektif
6.
Perasaan terkucil dan terasing
7.
Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
8.
Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan
kehilangan konsentrasi
9.
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
10.
Menurunnya rasa percaya diri
b)
Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja
adalah:
1.
Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
2.
Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin
dan noradrenalin)
3.
Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
4.
Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
5.
Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom
kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
6.
Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang
ada
7.
Gangguan pada kulit
8.
Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan
otot
9.
Gangguan tidur
10.
Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi
kemungkinan terkena kanker
c)
Gejala Perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja
adalah:
1.
Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
2.
Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
3.
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
4.
Perilaku sabotase dalam pekerjaan
5.
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas
6.
Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai
bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan
berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
7.
Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi,
seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
8.
Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
9.
Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan
keluarga dan teman
10.
Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Adapun gejala-gejala stres di tempat
kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi:
1.
Kepuasan kerja rendah
2.
Kinerja yang menurun
3.
Semangat dan energi menjadi hilang
4.
Komunikasi tidak lancar
5.
Pengambilan keputusan jelek
6.
Kreatifitas dan inovasi kurang
7.
Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam
hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.
2. Dampak
Stres
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri
karyawan maupun organisasi. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat
berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya[9].
Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja
saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak
dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi,
dan sebagainya.
Bagi organisasi, konsekuensi yang timbul dan bersifat
tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat
produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi,
memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993;
Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
Dampak dari stres kerja menyangkut berbagai aspek antara
lain sebagai berikut: 1) dampak subjektif, berupa tindakan agresif, apatis,
depresi, frustasi, cepat marah, rendah diri, gagap, dan rasa kesendirian; 2)
dampak perilaku, berupa penggunaan alkohol, narkoba, makan dan merokok terlalu
banyak, impulsif dan tertawa gagap; 3) dampak kognitif, berupa tingkat
konsentrasi yang rendah, rentang perhatian yang pendek, dan hipersensitif pada
kritik; 4) dampak fisiologis, berupa gula darah meningkat, meningkatnya tekanan
darah, lidah kering, berkeringat, dan panas dingin; 5) dampak organisasi,
misalnya tingkat absensi yang tinggi, kepindahan, produktivitas rendah,
keterasingan di tempat kerja, ketidakpuasan kerja, dan menurunnya komitmen
organisasi[10]
F.
Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat
dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan
sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke
cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan
beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan.
Pemahaman
prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi
terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam
hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat
timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik
dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan
dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga
sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat.[11]
Suprihanto
dan kawan-kawan mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen
mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stress yang ringan. Alasannya
karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal
ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat
stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya
kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi
organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal
yang diinginkan.
Maka
manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stress
ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya
itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan
yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu
dan pendekatan organisasi.[12]
1) Pendekatan
Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi
level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu;
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan
tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2)
Pendekatan
Organisasional
Beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi
yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat
diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen
untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,
penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif,
komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut
akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Dalam
mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengurangan stres yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan
adalah relaksasi otot, biofeedback,
meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan
mengatasi stres yang berkaitan dengan pekerjaan.
a.
Relaksasi Otot
Sebutan
persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang
lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot.
Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah
yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan
mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus
meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan
ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
b.
Biofeedback
Dalam
biofeedback, perubahan kecil yang
muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada
orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback
sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh
hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback
adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi
dan mempertahankan fungsi tubuh pada
keadaan nonstres. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat
mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback
telah bermanfaat dalam mengurangi
kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan
migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stress.
c.
Meditasi
Meditasi
mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran
seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan
fisiologis dan psikologis dari respons stres berperang atau lari. Herbert
benson menganalisis banyak program
meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah
tersebut adalah :
1)
Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
2)
Menggunakan suatu perangkat mental seperti
suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran
dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
3)
Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan
bersandar pada suatu sikap yang pasif.
4)
Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman
Maharishi
Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian
ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang
paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang
bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang
melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stres.
d.
Restrukturisasi kognitif
Alasan
yang mendasari beberapa pendekatan individual
dalam manajemen stres di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah
respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau
pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk
ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada
situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik
kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi
sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif
memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebih banyak
kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi
mereka.
Selain
teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan.
Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat tersebut adalah:[13]
1)
Sediakan waktu rileks
Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan
pekerjaan dimulai sejak pagi, sebelum berangkat kerja. Daripada memikirkan
beban pekerjaan (tapi tidak ada solusinya), lebih baik waktu yang terbatas
tersebut digunakan untuk melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik
pernapasan adalah teknik relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya
dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang
tersisa di paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban telah
berkurang.
2)
Bersikap lebih asertif
Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya
kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan
tentang tugas Anda dan tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan
demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara
kerja seperti yang diinginkan perusahaan.
3)
Bekerja lebih efisien
Selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa
jadi bukan disebabkan tugas yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan
cara mengerjakannya. Alex memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di
waktu malam akan merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang hari.
Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan
mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara
lebih efisien, dituntut juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya urutan
prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi.
4)
Tingkatkan energi dengan tidur
“Ketika lelah, lebih mudah merasa stres karena hal-hal
yang sepele,” demikian tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work”
(1999). Kesalahan juga akan membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah
melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur.
Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam 3
jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat)
atau mobil Anda untuk tidur.
Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama.
Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja bisa jadi pilihan terakhir. Yang
penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama
30 menit atau kurang, dapat meningkatkan mood dan rasa humor sehingga
memperbaiki hubungan dengan rekan kerja. Dianjurkan agar membatasi tidur selama
30 menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat lebih lelah
ketika bangun.
5)
Atur lingkungan kerja
Perhatikan kondisi tempat kerja, karena hal-hal yang
tampaknya sepele dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan. Jika
tidak memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya
memulainya dari meja kerja, karena tempat kerja yang teratur menunjukkan
pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama meja, dari tumpukan
kertas atau file. Simpan kertas-kertas dalam map dan dalam kotak file atau laci
file. Juga bisa mencegah stres dengan mengubah posisi kursi dan meja. Kembangkan
pola hidup sehat
Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Dengan
pilihan makanan dan minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang
banyak mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Mengurangi
makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur.
Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak
saja menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan tapi juga
memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang lebih
besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah yang kemudian akan diedarkan
ke seluruh tubuh sehingga akan berpikir lebih jernih.
6)
Tingkatkan ketrampilan
Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan
baru, misal jika merasa kurang mampu berkomunikasi, bisa
mempelajarinya melalui buku-buku atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan
atau jika mempunyai minat terhadap tersebut, kembangkan minat Anda. Peningkatan
ketrampilan akan membuat karyawan menjadi yang lebih berharga.
7)
Lupakan pekerjaan saat libur
Liburan sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat.
Berlibur atau santai bukan berarti membuang waktu. Selain memberikan energi
tambahan yang akan membuat Anda lebih kreatif, berlibur bersama akan mempererat
hubungan Anda dengan keluarga.
8)
Pekerjaan
bukan segalanya
Bekerja merupakan lahan untuk aktualisasi diri. Tapi di
luar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan
berguna bagi pekerja. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres di
tempat pekerjaan akan berkurang, dengan menyakinkan diri bahwa walaupun keadaan
di tempat kerja tidak dapat diperbaiki, tetapi bisa mengendalikan hal-hal
penting lainnya dalam kehidupan pekerja, karena perasaan mampu mengendalikan
kehidupan adalah harta tak ternilai.
Stress kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan
segera. Seorang ahli terkenal di bidang kesehatan jiwa, Jere Yates (1979,)[14] mengemukakan
ada delapan (8) aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stres yaitu:
a.
Pertahankan kesehatan tubuh sebaik mungkin,
usahakan berbagai cara agar tidak jatuh sakit.
b.
Terimalah diri apa adanya, segala kekurangan
dan kelebihan, kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari
kehidupan.
c.
Tetaplah memelihara hubungan persahabatan
yang indah dengan seseorang yang anggap paling bisa diajak curhat.
d.
Lakukan tindakan positif dan konstruktif
dalam mengatasi sumber stress di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari
solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan.
e.
Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan
orang-orang di luar lingkungan pekerjaan, misalnya dengan tetangga atau kerabat
dekat.
f.
Berusahalah mempertahankan aktivitas
yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi.
g.
Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan
yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan.
h.
Menggunakan metode analisa yang cukup ilmiah
dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stres kerja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stres
merupakan suatu gejala yang dimiliki oleh setiap orang dimana hal tersebut
dipengaruhi diri sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Stres juga terjadi
dalam kerja dimana stres tersebut dapat bersumber dari empat hal yaitu tingkat
individu, tingkat kelompok, tingkat organisasi dan ekstraorganisasional.
Keempat hal tersebut dapat menghasilkan stres yang berbeda pada setiap individu
tergantung bagaimana individu itu merespon stressor tersebut. Setelah adanya
respon barulah dapat ditentukan bagaimana stres yang dialami seseorang
tersebut.
Stres
yang terjadi dapat berupa stres positif maupun negatif dimana stres itu akan
memberikan dampak tersendiri bagi orang yang mengalami stres. Stres-stres yang
dialami pekerja tersebut masih dapat diatasi atau dikurangi dengan banyak
metode sehingga diperlukannya suatu manajemen stres dalam pekerjaan suatu organisasi.
Serta adanya usaha dari pekerja tersebut untuk dapat mengurangi stres yang
mereka alami.
Pada
dasarnya stres terjadi karena terlalu beratnya beban pikiran seseorang serta
adanya tekanan yang membuat kurangnya konsentrasi. Namun semua itu masih dapat
dicegah bahkan dimanajemen untuk dapat mengurangi pengaruhnya dalam bekerja.
B. Saran
Stres
dalam bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi teknik pengurangan stres yang
dapat digunakan serta menajemen stres tersebut dengan baik. Karena hal tersebut
mampu mencegah stres dalam bekerja serta meningkatkan efektifitas dalam
bekerja. Selain baik bagi karyawan/pekerja juga baik bagi organisasi.
Daftar
Pustaka
Gibson, James L. John
M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr., Organisasi, Perilaku, Struktur,
proses. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996
Gibson, James L. John
M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr., Organization Behavior, Structure,
Processes. USA: Richard D. Irwin, 1994.
Lulus Margiati, Stress Kerja: Latar Belakang Dan Alternatif
Pemecahannya, Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Surabaya: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 1999
Mangkunegara,
A. A. Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Perusahaan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Phillip
L. Rice, Stress and Health, California: Brooks/ Cole Publishing Company,
1999
Quick.
J.C., Quick, J.D., Organizational Stress and Preventive Management, USA:McGraw-Hill.Inc,
1984
Robbins,
Stephen P., and Timothy A., Judge, Organizational
Behaviour-Fourteenth Edition New Jersey: Pearson Education, 2011
Suprihanto
Jhon, Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN, 2003
[1] Robbins, Stephen P. and Timothy A.
Judge, Organizational Behaviour-Fourteenth
Edition (New Jersey: Pearson Education, 2011), p. 641
[2] Gibson, Ivancevich, Donnelly, Organisasi,
Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa Nunuk Adiarni (Jakarta: Binarupa
Aksara, 1996), p. 339
[3] Margiati Lulus,
(1999). Stress Kerja: Latar Belakang Dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, (Surabaya: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga), p. 71
[4] Ibid, p. 17
[5] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen
Sumber Daya Perusahaan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), p. 157
[6] Quick. J.C., Quick, J.D., Organizational Stress and Preventive
Management, USA:McGraw-Hill.Inc, 1984
[8] Rice P.L., Stress and Health
(Third Edition). California: Brooks/ Cole Publishing Company, 1999.
[9] Ibid.
[10] James L. Gibson, John M. Ivancevich,
dan James H. Donnelly, Jr., Organization Behavior, Structure, Processes
(USA: Richard D. Irwin, 1994), p. 266-271
[11] Margiati Lulus, loc, cit., p. 76
[12] Suprihanto Jhon (2003). Perilaku
Organisasional, Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, p. 63-64
Image yang tertera tidak dapat ditampilkan, mohon diperbaiki. Terimakasih..
BalasHapusThanks infonya. Oiya ngomongin stres, ternyata ada loh sejumlah cara ampuh yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Dan ini bisa dilakukan pas akhir pekan. Apa saja itu? Yuk cek jawabannya di sini: Atasi stres saat akhir pekan
BalasHapus