MANAJEMEN PENDIDIKAN
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran
tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih di masa mendatang, telah mendorong berbagai
upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, seta
merubah perilaku serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Pada
kenyataannya pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu
kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah
seiring dengan perubahan zaman, setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tak jarang menjadi sasaran
ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan
semua orang, bukan hanya menyangkut investasi dan kondisi kehidupan di masa
yang akan datang, melainkan juga menyangkut
kondisi dan suasana kehidupan saat ini. Itulah sebabnya
pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan
peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan
masyarakat.
Keharusan untuk melakukan perubahan dalam lingkungan yang penuh turbulensi
dan dinamika merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanyakan
organisasi-organisasi termasuk di dalamnya adalah organisasi sekolah.
Organisasi sekolah sudah tidak seharusnya menunggu hingga organisasinya
mengalami proses kemunduran dan barulah mengadakan perubahan. Saat ini semua
organisasi sudah seharusnya secara terus menerus melakukan prediksi dan
mengantisipasi kebutuhan akan perubahan.
Perubahan kerorganisasian (organizational change) dapat diartikan
sebagai tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan
kondisi yang setelahnya (the after
condition). Transisi dari kondisi awal hingga kondisi kemudian memerlukan
suatu proses transformasi, yang tidak selalu berlangsung dengan lancar,
mengingat bahwa perubahan-perubahan seringkali disertai dengan beraneka ragam
konflik yang muncul. Salah satu sasaran manajemem perubahan adalah mengupayakan
agar proses transformasi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif cepat
dengan kesulitan-kesulitan yang seminimal mungkin.
Perkembangan zaman menuntut adanya
perubahan, begitupun dalam bidang pendidikan. Harapan pada pendidikan yang lebih baik telah menjadi tuntutan banyak
pihak. Sekolah sebagai
wujud dari sebuah lembaga pendidikan dituntut untuk mengalami perubahan dan terus berkembang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat
akan pendidikan yang
baik. Oleh karena itu perubahan dalam sekolah
menjadi trend di seluruh
dunia.
Dalam pengelolaan pendidikan dengan model Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan
tentu disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masing-masing sekolah
secara lokal. Dapat dipastikan bahwa
perubahan kebijakan dalam pelaksanaannya bukan persoalan yang sederhana.
Perubahan kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber
daya dan kemampuan pengelola di tingkat sekolah.
Namun yang lebih penting adalah pemahaman dan kesiapan pengetahuan yang memadai
tentang apa dan bagaimana sistem baru dalam bentuk desentralisasi harus dilakukan oleh sekolah.
Beberapa
alasan pokok yang menuntut terjadinya perubahan kebijakan
dalam pengelolaan sekolah, antara lain:
1. Tuntutan
masyarakat terhadap sekolah
Semakin
tingginya kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, telah semakin meningkatkan tuntutan tersebut
bermuara kepada pendidikan, karena masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai
tantangan tersebut. Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai institusi tempat
masyarakat berharap tentang kehidupan yang
lebih baik di masa yang akan dating. Pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan
atau manajemen pendidikan di sekolah.
2. Perkembangan
kebijakan politik sentralisasi dan desentralisasi
Perubahan
suasana sosial politik di Indonesia yang
muncul dari adanya krisis ekonomi kemudian berkembang menjadi krisis sosial
politik berimplikasi kepada perubahan dalalm berbagai bidang antara lain bidang
pendidikan. Isu sentralisasi dan desentralisasi yang sebelumnya telah
dimunculkan sebagai upaya pemberdayaan daerah telah semakin menguat terdorong oleh suasana perubahan politik kenegaraan semakin diyakini bahwa salah satu upaya penting yang harus dilakukan dalam peningkatan kualitas pendidikan, adalah dengan pemberdayaan sekolah
melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang intinya memberikan kewenangan (delegation of outhority) kepada sekolah
untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara
berkelanjutan (Quality continous
improvement).
Pada
pelaksanaannya disadari bahwa mengimplementasikan sebuah perubahan memerlukan proses dan waktu. Dalam setiap organisasi perlu diingatkan bahwa tidak semua perubahan yang
terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik hingga hal demikian tentu
perlu diupayakan agar bila dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah yang lebih
baik dibandingkan kondisi sebelumnya.
Kebutuhan akan perubahan berbasis sekolah dijelaskan
Persons (1966) dalam teori sistem sosial bahwa sekolah harus memiliki 4 fungsi untuk
kelangsungan hidup masyarakat sekolah yaitu:
1.
Adaptasi: mampu beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal
maupun eksternal untuk pembangunan berkelanjutan dan menjadikan sekolah yang efektif.
2.
Tujuan
prestasi: apabila sekolah mampu berprestasi dan dapat meningkatkan kemampuan guru dan
murid untuk mencapai tujuan.
3.
Integritas: integritas dapat menjaga iklim
di sekolah menjadi lebih terbuka dan jujur di mana anggota sekolah merasa puas dan bangga.
4.
Pola
pemeliharaan: pola pemiliharaan dapat mempertahankan loyalitas dan membuat
seseorang menjadi kebanggan di sekolah mereka sendiri. Ini merupakan tradisi
yang baik untuk membuat seseorang ingin menjadi orang yang terbaik.
Fungsi dari adapatasi tersebut diatas
menunjukkan bahwa sekolah perlu merespon perubahan lingkungan karena perubahan
itu tidak dapat dihindarkan. Jika sekolah berhasil dalam pencapaian tujuan
berarti sekolah tersebut sudah memenuhi tiga fungsi yang lainnya seperti
integritas, pola pemeliharaan dan jika sekolah tidak mampu memenuhi ketiga unsur tersebut maka kelangsungan hidup sekolah akan
terancam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti
perubahan berbasis sekolah
Menurut
Crandaleisman dan Louis (1986), perubahan berbasis sekolah dibedakan menjadi 2
kategori yaitu: perubahan pedagogik
dan perubahan organisasi. Perubahan pedagogik
berfokus pada perubahan
mengelola kelas, proses pembelajaran dan metode pembelajaran, dll. Perubahan organisasi ada pada perubahan dalam struktur
keorganisasian sekolah dan proses seperti
pola manajemen, hirarki wewenang, jaringan
komunikasi, gaya pengambilan
keputusan dan iklim sekolah. Perubahan berbasis sekolah merupakan proses yang meliputi serangkaian kegiatan
sistematis yang direncanakan
dan dilakukan oleh anggota sekolah untuk mengubah sekolah berproses pedagogik dan organisasi.
B. Cara Pandang Perubahan
1.
Perspektif teknologi
Perspektif ini menjelaskan bahwa sekolah
bertugas untuk berubah melalui
pemikiran rasional yang berfokus pada aspek teknologi. Aspek
ini terkait dengan teknologi yang baru dan anggota sekolah.
Perspektif ini diasumsikan bahwa diantara orang dan organisasi yang rasional, mereka dapat menangani ketidakpastian
dari perubahan melalui informasi, melihat sekolah yang berubah dengan model rasional, peduli akan perubahan dari
luar, menganggap sebuah
perubahan sebagai sarana mengejar efisiensi dan efektifitas lalu mengendalikan perubahan dengan metode yang sistematik dan
umpan balik. Sebagai
kesimpulan perspektif
ini menekankan
kontribusi faktor
teknologi (seperti model perubahan, sistem informasi, perilaku, analisis dan tindakan
pengambilan keputusan) untuk mengubah berbasis sekolah.
2.
Perspektif politik
Menurut perspektif politik, sekolah merupakan koalisi yang terdiri dari berbagai individu dan
kelompok yang berkepentingan dengan masing-masing bertahan pada niali-nilai yang berlaku
dikelompoknya, preferensi,
keyakinan, informasi dan pandangan hidup. Perbedaan menjadi konflik yang abadi
yang tak terelakkan dalam fungsi sekolah. Perubahan berbasis sekolah, terutama dari aspek organisasi menimbulkan reaksi juga tekanan dari lingkungan eksternal dan merupakan refleksi dari
perubahan dalam struktur kekuasaan serta penggunaan sarana yang
berbeda dari
individu sekolah. Perubahan dalam sekolah melibatkan redistribusi SDM, oleh karena itu mempengaruhi hubungan
antara individu, kelompok
dan sekolah yang dapat
menimbulkan konflik. Dalam
proses perubahan kekuasaan di sekolah
dan kegiatan politik, seperti
membangun negosiasi tawar menawar dan
perebutan posisi
terkadang hal ini dapat membuat
perubahan menjadi sukses. Koalisi, konflik dan kompetisi menjadi komponen utama
dalam perubahan berbasis sekolah. Menurut perspektif ini sekolah harus memiliki strategi untuk memlih pemimpin
politik yang sesuai. Dalam membuat pilihan untuk perubahan sekolah mereka harus
menempatkan politik ditempat pertamadan teknologi ditempat kedua. Karena hubungan
antara individu dan kelompok yang
terlibat sangat halus dan tidak pasti. Hal ini biasanya sulit untuk sepenuhnya dipahami
sebagai kontrol proses perubahan sekolah. Tujuan perubahan berbasis sekolah
merupakan hasil interaktif, perundingan antara
anggota internal dan koalisi yang tidak
direncanakan secara rasional dan mereka mungkin berubah sesuai dengan
pergeseran hubungan kekuasaan diantara koalisi.
3.
Perspektif budaya
Para
perspektif budaya mengasumsikan bahwa perilaku atau kinerja anggota sekolah
pada tingkat individu, kelompok atau seluruhnya dibentuk
oleh budaya sekolah. Berbagai nilai, keyakinan, norma dan asumsi tentang
manajemen pendidikan, sekolah dan hidup diantara anggota sekolah. Menurut
perubahan berbasis sekolah, perspektif ini tidak dapat dipahami hanya
kinerja yang nyata dari tujuan, prosedur dan perilaku. Dalam proses perubahan harus
dipelajari untuk membentuk budaya sekolah. Kesuksesan proses perubahan berbasis sekolah bukan hanya dalam perilaku
yang dangkal tetapi juga
nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dan
keyakinan anggota sekolah. Dengan kata lain perubahan berbasis sekolah itu perubahan budaya. Oleh karena itu apakah perubahan
berbasis sekolah dapat berhasil diterapkan tidak hanya bergantung pada
perubahan teknologi tetapi juga perubahan yang sesuai dengan budaya sekolah.
C. Dimensi perubahan
berbasis sekolah
Ada
tiga dimensi dalam perubahan berbasis sekolah, yaitu:
1.
Kategori aktor
perubahan
Ada tiga kategori aktor perubahan berbasis sekolah, yaitu perubahan dalam pelaksanaan, perubahan dukungan, dan perubahan dalam target. Secara umum ketiga kategori tersebut
mengacu pada prinsip, pelaksana administrasi, guru dan murid dalam organisasi sekolah. Petugas
administrasi bertugas merespon untuk membuat strategi dan
program sekolah, guru sebagai
pemberi dukungan atau penerima proses perubahan dan membuat perubahan dalam
mengajar sedangkan siswa sebagai pelaksana penerima
perubahan untuk mencapai tujuan sekolah
2.
Tingkat
perubahan
Perubahan berbasis sekolah
mungkin terjadi pada tingkat yang berbeda, yaitu individu, kelompok, dan sekolah. Ini berarti bahwa
penggagas perubahan atau penerima dapat mengubah individu anggota sekolah,
sekelompok anggota sekolah atau seluruh anggota sekolah. Terkadang beberapa perubahan berbasis sekolah diprakarsai
oleh kepala sekolah atau hanya
satu staff senior dan
target perubahan atau penerima perubahan
adalah seluruh
guru, atau siswa. Sudah
tentu ini tidak mudah dalam melakukan perubahan berbasis sekolah. Hal ini
bisa dimulai dari
sekelompok staf, didukung
oleh kepala sekolah kemudian diperluas
ke seluruh sekolah
3.
Domain perubahan
Perubahan berbasis sekolah
dapat terjadi di tiga perbedaan daerah dari kenggotaan sekolah, yaitu daerah kognitif, daerah afektif dan
daerah perilaku atau budaya sekolah.
Perubahan kognitif dari anggota sekolah biasanya tersembunyi. Contoh umum
adalah memperoleh nilai baru dan
keyakinan baru tentang pendidikan dan manajemen. Selanjutnya pemahaman
pembangunan pendidikan dan memerlukan kembali makna baru kegiatan kehidupan
atau aktifitas mengajar. Perubahan kognitif sangat penting karena
ini dapat menjadi dasar untuk perubahan perilaku yang efektif. Perubahan
afektif mengacu kepada perubahan didalam kepuasan anggota sekolah, komitmen,
motivasi dan hubungan antar
manusia. Perubahan perilaku bahasa yang terbuka dalam mengajar dan belajar interaksi sosial, pada umumnya berhubungan kepada
perubahan perilaku dari anggota sekolah baik individu, kelompok, dan tingkat sekolah. Perubahan budaya
sekolah biasanya tercermin dalam perubahan kognitif dan afektif dari anggota
sekolah ditiga tingkat.
D. Tahapan perubahan
Dalam mekanisme manajemen berbasis sekolah, perubahan berbasis sekolah bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Tidak perlu
atau tambahan. Ini adalah hasil alamiah dari perencanaan, pengembangan sekolah atau manajemen untuk melayani proses pembangunan jangka
panjang dan efektivitas sekolah. Ini harus dimasukkan dalam rencana sekolah atau rencana program dan bertujuan untuk mendukung pencapaian tujuan sekolah. Singkatnya, harus dimulai, direncanakan dan dikelola oleh mekanisme manajemen berbasis sekolah.
Adapun
tahapan dalam melakukan perubahan yaitu:
1. Pencairan (unfreezing)
Pada tahapan ini, hal-hal yang dilakukan
yaitu:
a. Mengidentifikasi, membangun, dan mempublikasikan
kebutuhan akan perubahan
b. Merencanakan tujuan dan kebijakan untuk perubahan melalui
mekanisme berbasis sekolah
c. Menganalisis kekuatan dan mengembangkan strategi
perubahan
d. Menyiapkan kebutuhan psikologi, kognitif, dan afektif
serta pihak yang akan terlibat dalam perubahan
e. Menyiapkan sumber daya untuk perubahan
2. Perubahan (changing)
Pada tahapan ini, hal-hal yang dilakukan
yaitu:
a. Menerapkan perubahan teknologi dalam manajemen dan
pengajaran
b. Menerapkan perubahan budaya berbasis nilai
c. Mengubah aspek afektif, perilaku, dan kognitif para
pelaku yang terlibat baik individu, kelompok, dan sekolah
d. Memantau proses
perubahan dan memastikan kemajuan terhadap tujuan
e. Menghindari ketidakpastian dan mengurangi penolakan
terhadap perubahan
f. Belajar ide dan teknik baru serta membangun tujuan baru
3. Pembekuan ulang (refreezing)
Pada tahapan ini, hal-hal yang dilakukan
yaitu:
a. Mengidentifikasi kebaikan atau keuntungan perubahan
b. Mengidentifikasi akibat buruk dan menghindarinya
c. Memperkirakan semua jenis biaya untuk perubahan
d. Menilai efektivitas perubahan
e. Membuat rekomendasi untuk yang akan datang
f. Membuat modifikasi perubahan teknologi
g. Melembagakan perubahan teknologi yang berhasil
h. Menginternalisasi perubahan budaya yang berhasil
i. Mengklarifikasi kegagalan dan mendorong pembelajaran yang
berkelanjutan
E. Strategi perubahan
Whiteside (1978), Schermerhorn, Hunt, Osborn (1982),
Bennis, Benne, Chin, dan Corey (1969) membagi strategi perubahan berbasis
sekolah menjadi 3 strategi yaitu:
1.
Strategi kekuatan paksaan
Strategi ini menggunakan kekuatan, penghargaan, dan
hukuman sebagai kekuatan perubahan berbasis sekolah. Asumsi ini menganggap
bahwa sifat masyarakat sekolah adalah sebagai orang ekonomi. Fokus dari
perubahan ini adalah keterbukaan sikap masyarakat sekolah. Manajemen perubahan
mengutamakan pendekatan atas ke bawah yang tergantung pada kewenangan atau
perintah agen perubah. Pengaruh hasil dari perubahan ini hanya berlangsung
jangka pendek. Hal itu mungkin hanya bisa digunakan untuk perubahan teknologi
bukan untuk perubahan budaya.
2.
Strategi empiris rasional
Strategi ini menganggap bahwa masyarakat sekolah adalah
orang yang rasional. Hal itu digunakan sebagai kekuatan perubahan berbasis
sekolah dan menempatkan fokus perubahan pada perubahan kognitif masyarakat
sekolah. Manajemen perubahan menekankan pada ajakan rasional dan empiris untuk
menunjukkan nilai dari perubahan sekolah. Jika strategi ini berhasil, pengaruh
akan dipertahankan untuk jangka panjang. Strategi ini sesuai untuk perubahan
budaya dan teknologi di sekolah.
3.
Strategi normatif
pendidikan
Strategi ini menganggap bahwa masyarakat sekolah menjadi mitra kerjasama di
dalam fungsi sekolah. Dasar yang digunakan untuk perubahan berbasis sekolah
mengutamakan kekuatan dan pengaruh personal sebagai agen perubah. Fokus
perubahan ini adalah perubahan afektif masyarakat sekolah. Norma, misi sekolah,
nilai dan kepercayaan terhadap sekolah menjadi peran penting untuk mendukung
perubahan. Manajemen perubahan mendorong partisipasi dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan perubahan. Karena para anggota sekolah benar-benar terlibat dan berkomitmen dalam
perubahan, efek perubahan atau hasil dapat diinternalisasikan dan diabadikan
secara jangka panjang. Strategi ini sesuai digunakan untuk perubahan budaya.
F. Teknik perubahan
Dunham dan Pieree’s membagi teknik perubahan berbasis
sekolah menjadi 7 teknik yaitu:
1.
Pendidikan dan komunikasi
Saat pengetahuan akan membantu mengurangi ketakutan
karena ketidakcermatan atau tidak lengkapnya informasi tentang perubahan
berbasis sekolah, teknik ini tepat digunakan. Tujuan utama adalah menyediakan
staf dengan informasi yang relevan dan mengerti tentang arti dan keuntungan
perubahan untuk mengurangi kesalahpahaman dan penjelasan yang tidak perlu dan
menambah kepercayaan serta dukungan mereka. Pada umumnya anggota sekolah bersedia membantu pelaksanaan perubahan setelah yakin.
Potensi kelemahan dari teknik ini adalah bahwa hal itu memakan waktu dan mahal.
2.
Pastisipasi dan keterlibatan
Ketika agen perubahan membutuhan
informasi dari anggota sekolah lain untuk merancang perubahan berbasis sekolah
dan ketika kemungkinan resistensi terhadap perubahan yang tinggi, teknik ini
sesuai untuk digunakan. Teknik ini bertujuan untuk mendorong partisipasi staf
dan keterlibatan dalam perencanaan perubahan, untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan untuk meningkatkan penerimaan serta komitmen
implementasi perubahan. Keterbatasan dari teknik ini adalah biaya yang mahal.
3.
Fasilitatif dukungan
Teknik ini bertujuan untuk memberikan
dukungan teknis bagi staf untuk menghadapi dan mengimplementasikan perubahan,
seperti keterampilan, pasokan alat pelatihan dan pilihan profesional. Kurangnya
keterampilan yang diperlukan atau alat untuk mengimplementasikan perubahan
secara efektif, teknik ini adalah tepat digunakan. Hal itu akan meningkatkan
kesempatan untuk keberhasilan pelaksanaan. Tentu saja, diperlukan biaya waktu
dan uang untuk bahan dukungan dan program pelatihan.
4.
Dukungan emosi
Teknik ini memberikan para anggota yang
terlibat dukungan emosional untuk mengurangi kecemasan mereka tentang
perubahan. Hal itu adalah relatif murah dan merupakan cara yang baik untuk
membantu mereka dengan masalah-masalah penyesuaian pribadi. Tidak sering
dilakukan secara sistematis, sehingga hasilnya mungkin tidak begitu efektif
5.
Insentif
Perhatian dari anggota
yang terlibat, agen perubahan harus menekankan kepentingan pribadi atau umum. Potensi yang
dibawa oleh perubahan atau kompensasi
untuk kerugian yang diderita karena perubahan ketika
anggota menolak perubahan kecuali
mereka bisa mendapatkan keuntungan dari
itu, teknik ini dapat berguna.
Tentunya bisa sangat mahal dan dapat mendorong lebih banyak perlawanan dengan harapan memperoleh kompensasi lebih.
6.
Manipulasi dan kooptasi
Ketika perubahan berbasis sekolah
adalah mutlak diperlukan dan semua teknik lainnya akan tidak efektif atau
terlalu mahal, teknik ini mungkin tepat. Manipulasi mengacu secara sistematis
mengendalikan perubahan para anggota sekolah yang terlibat sehingga mereka
dapat menerima dengan berbasis informasi untuk mendukung perubahan. Kooptasi membuat
staf merasa mereka berpartisipasi dalam keputusan perubahan meskipun agen
perubahan tidak benar-benar mengambil pendapat mereka secara serius. Teknik ini
bekerja dengan cepat tanpa biaya besar tetapi sering tidak etis dan dapat
merusak kepercayaan anggota sekolah sebagai agen perubahan.
7.
Paksaan
Melalui deklarasi terbuka, agen perubahan memungkinkan anggota sekolah mengetahui hasil negatif yang mungkin seperti kehilangan pekerjaan atau kesempatan promosi karena tidak taat atau resistensi terhadap perubahan yang direncanakan sekolah. Ketika perubahan harus terjadi cepat, sekolah dan agen perubahan memiliki kekuatan secara signifikan, teknik ini mungkin cocok digunakan. Metode ini tercepat untuk menekan resistensi dan menerapkan perubahan tersebut tetapi juga mengurangi kesukaan anggota dan meningkatkan kebencian mereka.
Melalui deklarasi terbuka, agen perubahan memungkinkan anggota sekolah mengetahui hasil negatif yang mungkin seperti kehilangan pekerjaan atau kesempatan promosi karena tidak taat atau resistensi terhadap perubahan yang direncanakan sekolah. Ketika perubahan harus terjadi cepat, sekolah dan agen perubahan memiliki kekuatan secara signifikan, teknik ini mungkin cocok digunakan. Metode ini tercepat untuk menekan resistensi dan menerapkan perubahan tersebut tetapi juga mengurangi kesukaan anggota dan meningkatkan kebencian mereka.
G. Penolakan terhadap perubahan
Munculnya penolakan terhadap perubahan bisa disebabkan
oleh beberapa hal antara lain:
1.
Kebiasaan
Jika kebiasaan sudah terbentuk, hal itu memberikan kenyamanan dan kepuasan
sehingga masyarakat sekolah enggan untuk merubah kebiasaannya.
2.
Keselarasan
Masyarakat sekolah menyukai keselarasan dengan kebiasaan dan mengharapkan
cara-cara berperilaku berdasarkan kebiasaan tersebut. Segala sesuatu yang baru
akan mengganggu.
3.
Ancaman
Perubahan di dalam organisasi sekolah mungkin menimbulkan ancaman.
Masyarakat sekolah khawatir karena melihat perubahan akan membahayakan mereka
bukan untuk kebaikan mereka. Mereka menyadari kemungkinan hilangnya uang,
kemanan, dan status.
4.
Kesalahpahaman
Benyak orang sering salah memahami maksud dari perubahan dan percaya bahwa
hal tersebut akan banyak merugikan daripada menguntungkan.
5.
Pandangan yang berbeda
Masyarakat sekolah mungkin berbeda penilaian terhadap suatu keadaan. Hal
ini tentu bisa menjadi penghambat sebuah perubahan.
BAB III
KESIMPULAN
Pengelolaan pendidikan telah melalui berbagai proses demi
tercapainya pendidikan yang berkualitas. Akan tetapi, perkembangan zaman dan lingkungan
datang bergejolak menuntut segala aspek kehidupan untuk berubah sesuai kondisi
saat itu. Maka dalam hal ini, membangun ketrampilan dalam menghadapi perubahan menjadi
lebih penting. Dalam bidang pendidikan, reformasi pendidikan akhirnya menjadi agenda penting yang
harus dilakukan dari level pusat sampai tingkat sekolah.
Sekolah
dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi
masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusisa serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, dimanaj, diatur, ditata dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk
atau hasil secara optimal. Sekolah merupakan sistem yang memiliki
berbagai perangkat guru, murid, kurikulum, sarana, dan prasarana. Secara eksternal, sekolah memiliki dan berhubungan dengan
instansi lain baik secara vertikal maupun horizontal. Didalam konteks pendidikan,
sekolah memiliki stakeholders (yang berkepentingan), antara lain murid, guru,
masyarakat, pemerintah, dunia usaha, oleh karena itulah sekolah memerlukan
pengelolaan (manajemen) yang akurat agar dapat memberikan hasil optimal sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan semua
pihak yang berkepentingan.
Dalam upaya memajukan kualitas pendidikan, tentunya
sekolah juga harus senantiasa melakukan perubahan ke arah kebaikan. Perubahan itu
memang pasti terjadi dan semua masyarakat sekolah harus bisa memprediksi dan
menyiapkan segala kebutuhan untuk perubahan tersebut. Perubahan itu sendiri
tidak bisa dilakukan dengan sekejap mata. Perubahan memerlukan tahapan agar
bisa diterima oleh semua masyarakat sekolah yang meliputi pencairan (unfreezing),
perubahan (changing), dan pembekuan
ulang (refreezing). Untuk menghindari
adanya penolakan terhadap perubahan, pihak agen perubah bisa menggunakan salah
satu atau gabungan dari strategi dan teknik dalam menghadapi perubahan. Dengan
mengelola perubahan secara maksimal, harapannya perubahan yang dilakukan dapat
bertahan lama dan memberi manfaat yang baik bagi seluruh masyarakat sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Everard
K.B, Morris, Wilson. Effective School Management. London: Paul
Chapman Pub. 2004
Nurkholis. Manajemen Berbasis
Sekolah. Jakarta: Grasindo. 2006
Winardi.
Manajemen Perubahan. Jakarta: Kencana. 2006
Yin
Cheong Cheng. School Effectiveness and School-Based Management.
London:
Falmer Press. 1996
terima kasih atas ulasannya..mohon share info ini ya
BalasHapus