Selasa, 21 Februari 2012

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah


A.  Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
1.    Pengertian
Sebelum membahas  pengertian manajemen berbasis sekolah, maka sebelum akan dikaji mengenai konsep manajemen itu sendiri. Pengerian manajemen menurut  Gibson dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk menyelesaikan suatu pekerjaan menurut orang lain.[1] Kata proses mempunyai arti bahwa manajemen itu merupakan suatu cara kerja yang dilaksanakan secara sistematis. Manajemen memandang bahwa suatu organisasi itu merupakan suatu satuan kerja yang terdiri dari beberapa bagian yang dikoordinasikan dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Menurut teori yang dikemukakan Fayol yang dikutip Robbins dan Coulter  ada lima fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh para manajer, yaitu: (1) merancang; (2) mnegorganisasi; (3) memerintah; (4) mengkoordinasi; dan (5) mengendalikan.[2] Stoner  membagi fungsi manajemen menjadi 4 fungsi yang meliputi: (1) Merencanakan (planning); (2) Mengorganisasikan (organizing), (3) Memimpin, (leading), dan (4) mengendalikan (controlling)[3]. Selanjutnya keempat fungsi manajemen yang harus dijalanakan oleh kepala sekolah dapat dijbarkan sebagai berikut:
a.    Merencanakan, artinya kepala sekolah harus mampu menggambarkan  upaya yang sistematis sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki maupun yang data disediakan.
b.    Mengorganisasikan, berarti kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan seluruh potensi sekolah (sumber daya manusia dan sumber non material). Sebab rencana yang telah disusun akan memiliki nilai jika dilaksanakan secara efektif dan efisien. Keberhasilan dalam menerapkan manajemen sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam mengatur dan memberdayakan berbagai sumber dalam meningkatan sekolah.
c.    Memimpin, artinya kepala sekolah mengarahkan, menggerakkan dan mempengaruhi seluruh sumber daya manusia untuk melakukan tugas. Intinya kepala sekolah harus mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan untuk menggerakkan seluruh potensi warga sekolah yang terlibat dalam menerapkan MBS.
d.    Mengendalikan, artinya kepala sekolah memperoleh jaminan bahwa sekolah berjalan menuju ke arah yang telah direncanakan untuk pencapaian tujuan secara optimal.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah, memberikn kekuasaan dan meningkatkan partisipasi sekolah, memperbaiki kinerja sekolah yang mencakup pimpinan sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat sehingga lebih mandiri dan mampu menetukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya.[4]
Dalam berbagai literatur, istilah untuk MBS sangat  beragam. Tergantung pada ahli yang memakainya dan di Negara mana konsep tersebut diimplementasikan. Istilah yang dipakai antara lain: School-site Management, Self-Managing, Collaborative School Based Management, atau Community Based School Management. Di Kanada, istilah yang digunakan adalah  school site decision making, di Inggris adalah Local School Management, di Negara bagian dari Asutralia, Victoria adalah Future School.[5]
Office of Eduational Research and Improvementy (OERI) mengemukakan bahwa manjemen berbasis sekolah adalah suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dank e masing-masing sekplah, sehingga kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua murid mempunyai control yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggng jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah.[6]
Menurut Yin Cheong Cheng bawa sekolah yang berhasil melaksanakan MBS menganut empat prinsip MBS, yaitu:[7]
a.    Prinsip Equifinalitas (equifanility) yang didasarkan pada teori manajemen yang berasumsi bahwa terdapat perbedaan cara dalam mencapai tujuan. Manajemen sekolah menekankan fleksibilitas dan sekolah harus dikelola oleh sekolah itu sendiri berdasarkan kondisinya masing-masing. Prinip ini mendorong terjadinya desentralisasi kekuaaan dan mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang cukup, berkembang, dan bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk mengelola sekolahnya secara efektif.
b.    Prinsip desentralisasi (decentralization). Konsisten dengan prnsip equifanilitas maka desentralisasi merupakan gejala penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Dasar teori ini adalah manajemen sekolah dalam aktivitas pengajaran menghadapi berbagai kesulitan dan permasalahan. Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif sesegera mungkin ketika permasalahan muncul.
c.    Prinsip system pengelolaan mandiri (Self Managing System). MBS tidak menyangkal perlunya mencapai tujuan berdasarkan kebijakan dari atas tetapi menururt MBS terdapat berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, amat penting dengan mempersilahkan sekolah untuk memiliki sistem pengelolaan mandiri (self-managing system) dibawah kendali kbijakan dan struktur utam, memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi manajemen, mendistribusikan sumber daya manusia dan sumber daya lainya, memecahkan masalah dan meraih tujuan menurut kondisi masing-masing karena sekolah menerapkan sistem pengelolaan mandiri maka sekolah dipersilahkan untuk mengmbil inisiatif atas tanggungjawabnya.
d.    Prinsip inisaitif manusia (human initiatif). Sesuai dengan hubungan kemanusiaan dan perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen modern maka orang-orang mulai memberikan perhatian serius pada pengaruh dan faktor penting manusia dala efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan pada pentingnya sumber daya manusia di sekolah untuk lebih berperan dan berinisiatif. Maka MBS bertujuan untuk membangun lingkugan yang sesuai dengan para konstituen sekolah untuk berpartisipasi secara luas dan mengembangkan potensi mereka.
2.    Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah dapat berjalan  dengan tertib, lancer dan benar-benar terintegrasi dalam suau system kerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien bilamana dalam seklah tersebut terdapat berbagai komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka manajemen berbasis sekolah.
Untuk  lebih jelasnya berikut komponen yang dikelola dalam konsep manajemen berbasis sekolah[8]:
a.    Pengelolaan Kurikulum
Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum baik kurikulum nasional maupun muatan lokal yang diwujudkan dalam prose pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta mencapai hasil yang diharapkan  diperlukan kegiatan manajemen progrsm pengajaran. Kepala seolah selaku manajer harus bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, penilaian perubahan atau perbaikan program pengajarn di sekolah. Untuk menjamin efektivitas  pengembangan kurikulum dan program pengajaran dala MBS, kepala sekolah bersama dengan guru-guru menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional kedalam program tahunan, tengah tahunan, caturwulan hingga bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran dikembangkan oleh tipa-tiap guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran.
Langkah selanjutnya  yang dilakukan sekolah adalah melakukan pembagian tugs guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan,, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan  kemajuan belajar peseserta didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran dan pengisian waktu jam kosong.
b.    Pengelolaan Hubungan Masyarakat
Hubungan sekolah an masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi siswa di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat  bertujuan: 1) memajukan kualitas pembelajaran, 2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. 3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakuakan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubunga yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat, antara lain dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai program-program sekolah.
Penyebab utama yang perlu diketahui mengenai penyebab pelibatan masyarakat, orang tua, dan seluruh stakeholder lainnya dalam pengelolaan pendidikan karena pendidikan bukan merupakan tanggungjawab pemeritah saja melainkan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan beberaa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pada pasal 8 UU Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta  dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan  sumber daya penyelenggaraan pendidikan. Pasal 46  menyebutkan bahwa: a) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerha, dan masyarakat.[9]
Peran serta masyarakat dalam pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN, yaitu:[10]
1)    Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi keasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2)    Masyarakat data berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna pendidikan.
Secara lebih spesifik, pada pada pasal 56 UU Sisdiknas  disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah atau komite madrasah yang berperan:[11]
1)    Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
2)    Dewan pendidikan sebagai lembag mandiri dibentuk dan  berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
Atas dasar Undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peran serta orang tua dan masyarakat mellalui komite sekolah dalam penyelenggaran pendidikan tidak hanya sebtas dukungan dana melainkan juga bertanggung jawab terhdap   proses pendidikan. Dengan demikian sekolah memiliki beban mempertanggungjawabkan hsil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat khususnya orang tua siswa melalui komite sekolah.  
Menurut Anne Wescott Dodd dan Jean Konzal, sekolah tidak hanya perlu menggalakkan pelibatan public atau stakeholder tapi juga melakukan kontrak (agreement) dengan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Sekolah perlu membangun “public engagement” dengan cara member kesempatan seluas-luasnya kepada publik, khususnya orang tua, untuk terlibat dalam penetapan visi, misi, prigram serta strategi implementasinya.[12]
Manajemen sekolah merupakan model manajemen sekolah dengan melibatkan seluruh stakeholder lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Pelibatan lebih banyak stakeholder diharapkan dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam impelemntasi program-program sekolah.[13]
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa apabila kepala sekolah secara lebih terbuka, demokratis,  dan meliibatkan lebih banyak stakeholder dalamproses pengambilan keputusan maka sekolah akan lebih bertanggung jawab dan masyarakat dan oran tua siswa lebih mempunyai rsa memiliki yang lebih tinggi.
c.    Pengelolaan Kesiswaan
Pengelolaan kesiswaan  adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari masuk hingga keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. [14]Tujuan pengelolaan kesiswaan adalah untuk mengatur kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan tersebut berjalan lancar, tertib dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen kesiswaan minimal memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, dan bimbingan serta pembinaan disiplin.[15]
d.    Pengelolaan Pembiayaan Sekolah
Pada dasarnya pembiayaan pendidikan (educational finance) dapat dimaknai sebagai kajian tentang bagaimana pendidikan  dibiayai atau didana. Dalam hubungan ini Elchanan Cohn (1979: 10) dalam Suharsaputra (2010) [16] menguraikan lingkup pembiayaan pendidikan sebagai berikut:
Educational Finance. Who should pay for education? Should the government support public and private education? If so, which level of government should take what share of the burden? And what share of total costs should be borne by the taxpayers as opposed to direct beneficiaries of the educational endeavor? Also, if subsidies are justified, should they be given to educational institution or to individual in the form of a voucher?
Uraian di atas mempertanyakan bagaimana biaya pendidikan dapat dipenuhi. Siapa yang akan membiayai. Siapa yang dibiayai. Dan bagaimana dana yang telah didapat dikelola demi tercapainya tujuan pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan bangsa.
Pengertian dari pembiayaan pendidikan adalah sebagaimana yang diutarakan Nanang Fattah[17] bahwa pembiayaan pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan profesional guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan peralatan/mobile, pengadaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK), kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan.
Dapat dikatakan pula bahwa pembiayaan pendidikan sesungguhnya adalah sebuah analisis terhadap sumber-sumber pendapatan (revenue) dan penggunaan biaya (expenditure) yang diperuntukkan sebagai pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapat tujuan yang telah ditentukan.
Sejalan dengan berlakunya otonomi daerah, dikembangkannya manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah, termasuk dalam mengelola (manajemen) keuangan. Menurut Rugaiyah & Sismiati,[18] manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam mengelola keuangan harus dilakukan dengan menganut system: transparan, akuntabel, responsible, relevan, efektif dan efisien. Manajemen keuangan meliputi perencanaan financial, pelaksanaan, dan evaluasi.
Menurut Mulyasa,[19] strategi sekolah dalam menggali dana pendidikan secara administrative sangat tepat karena berkaitan dengan bagaimana seorang kepala sekolah melakukan upaya-upaya pengelolaan sumber daya dan sumber dana yang terdapat di dalam lingkungan sekolah. Dalam MBS strategi tersebut dapat direalisasikan melalui penyelenggara berbagai kegiatan berikut:
1)        Melakukan analisis internal dan eksternal terhadap berbagai potensi sumber dana;
2)        Mengidentifikasi, mengelompokkan dan memperkirakan sumber-sumber dana yang dapat digali dan dikembangkan;
3)        Menetapkan sumber-sumber dana melalui
a)    musyawarah dengan orang tua siswa baru, pada awal tahun ajaran,
b)    musyawarah dengan para guru untuk mengembangkan koperasi sekolah,
c)    menggalang partisipasi masyarakat melalui dewan sekolah, dan
d)    menyelenggarakan kegiatan olah raga dan kesenian peserta didik untuk mengumpulkan dana dengan memanfaatkan fasilitas sekolah.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan dilakukan oleh:[20]
1)        Otorisator: pejabat yang berwenang untuk mengambil tindakan mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran.
2)        Ordonator: pejabat yang berwenang melakukan pengujian memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
3)        Bendaharawan: pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggung jawaban.
Jadi dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan masing-masing pejabat memiliki kewengan dan tanggung jawab masing-masing.




[1]Gibson Ivanevich Donelly et all,Organizations, behavior, structure, processes (Texas : Business Pub, Inc. Plano, 1985), p.37
[2]Stephen P. Robbins dan Marry Coulter, Management (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1999), p.11-12
[3]James A.F. Stoner dan Charles Wankel, Perencaaaan dan Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen, terjemahan Sahat Smamora (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), p.22-25
[4] Syaiful Sagala. Manajemen Berbasis Sekolah, Strategi Memenangkan Persaingan Mutu (Jakarta: Nimas Multima, 2004), p. 129
[5] Ibtisam Abu-Duhou. Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta: Los Wacana Ilmu, 2003), p 21.31
[6] Office of Educational Research and Improvement (OERI). Consument Guide 4, January, 1994
[7] Yin Cheong Cheng, School Effectivenes & School Based of Manegement (MBS): A Mechanism for Development,(Washington D.C.: The Falmer Press, 1996)p. 58-58
[8] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Roosdakarya, 2002),p. 39-53
[9] Anonimus, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional  tahun 2003, (Jakarta: Depdiknas, 2003),p. 7
[10] Ibid, p. 35
[11] Ibid, p. 36
[12] Anne Wescotta Dodd dan Jean Konza, How Communties Buil Stronger Schools, (New York: Palgrave Macmilian Publishing Co, 2002),p.11-12
[13] Mulyasa, Op.cit., p.83
[14] Ibid, p. 75
[15] Ibid, p. 76
[16] Suharsaputra, Uhar. Administrasi Pendidikan.( Bandung: Refika Aditama. 2010) p. 69
[17] Nanang Fattah. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. (Bandung. Rosdakarya.) p, 112.
[18] Rugaiyah dan A. Sismiati, Profesi Kependidikan,( Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011).p. 78
[19]Mulyasa , Op.cit., p.68
[20] Sri Minarti, Manajemen Sekolah, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011), h. 239

Tidak ada komentar:

Posting Komentar