A. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian
Sebelum membahas pengertian manajemen berbasis sekolah, maka
sebelum akan dikaji mengenai konsep manajemen itu sendiri. Pengerian manajemen menurut Gibson dapat didefinisikan sebagai suatu
proses untuk menyelesaikan suatu pekerjaan menurut orang lain.[1] Kata
proses mempunyai arti bahwa manajemen itu merupakan suatu cara kerja yang
dilaksanakan secara sistematis. Manajemen memandang bahwa suatu organisasi itu
merupakan suatu satuan kerja yang terdiri dari beberapa bagian yang
dikoordinasikan dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Menurut teori yang
dikemukakan Fayol yang dikutip Robbins dan Coulter ada lima fungsi manajemen yang harus
dilaksanakan oleh para manajer, yaitu: (1) merancang; (2) mnegorganisasi; (3)
memerintah; (4) mengkoordinasi; dan (5) mengendalikan.[2]
Stoner membagi fungsi manajemen menjadi
4 fungsi yang meliputi: (1) Merencanakan (planning);
(2) Mengorganisasikan (organizing),
(3) Memimpin, (leading), dan (4)
mengendalikan (controlling)[3]. Selanjutnya keempat fungsi manajemen yang harus
dijalanakan oleh kepala sekolah dapat dijbarkan sebagai berikut:
a. Merencanakan, artinya kepala sekolah harus mampu
menggambarkan upaya yang sistematis
sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai
dengan visi dan misi sekolah dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
maupun yang data disediakan.
b. Mengorganisasikan, berarti kepala sekolah harus mampu
menghimpun dan mengkoordinasikan seluruh potensi sekolah (sumber daya manusia
dan sumber non material). Sebab rencana yang telah disusun akan memiliki nilai
jika dilaksanakan secara efektif dan efisien. Keberhasilan dalam menerapkan
manajemen sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam mengatur dan
memberdayakan berbagai sumber dalam meningkatan sekolah.
c. Memimpin, artinya kepala sekolah mengarahkan,
menggerakkan dan mempengaruhi seluruh sumber daya manusia untuk melakukan
tugas. Intinya kepala sekolah harus mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan
untuk menggerakkan seluruh potensi warga sekolah yang terlibat dalam menerapkan
MBS.
d. Mengendalikan, artinya kepala sekolah memperoleh
jaminan bahwa sekolah berjalan menuju ke arah yang telah direncanakan untuk
pencapaian tujuan secara optimal.
Selanjutnya,
yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah suatu pendekatan
politik yang bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah, memberikn kekuasaan
dan meningkatkan partisipasi sekolah, memperbaiki kinerja sekolah yang mencakup
pimpinan sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat sehingga lebih
mandiri dan mampu menetukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan
lingkungan masyarakatnya.[4]
Dalam
berbagai literatur, istilah untuk MBS sangat
beragam. Tergantung pada ahli yang memakainya dan di Negara mana konsep
tersebut diimplementasikan. Istilah yang dipakai antara lain: School-site Management, Self-Managing,
Collaborative School Based Management, atau Community Based School Management. Di Kanada, istilah yang
digunakan adalah school site decision making, di Inggris adalah Local School Management, di Negara bagian dari Asutralia, Victoria
adalah Future School.[5]
Office of Eduational Research and Improvementy (OERI) mengemukakan bahwa manjemen berbasis sekolah
adalah suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan
otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dank e
masing-masing sekplah, sehingga kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua
murid mempunyai control yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga
mempunyai tanggng jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan,
personal, dan kurikulum sekolah.[6]
Menurut
Yin Cheong Cheng bawa sekolah yang berhasil melaksanakan MBS menganut empat
prinsip MBS, yaitu:[7]
a. Prinsip Equifinalitas (equifanility) yang didasarkan pada teori manajemen yang berasumsi
bahwa terdapat perbedaan cara dalam mencapai tujuan. Manajemen sekolah
menekankan fleksibilitas dan sekolah harus dikelola oleh sekolah itu sendiri
berdasarkan kondisinya masing-masing. Prinip ini mendorong terjadinya
desentralisasi kekuaaan dan mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang
cukup, berkembang, dan bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk
mengelola sekolahnya secara efektif.
b. Prinsip desentralisasi (decentralization). Konsisten dengan prnsip equifanilitas maka
desentralisasi merupakan gejala penting dalam reformasi manajemen sekolah
modern. Dasar teori ini adalah manajemen sekolah dalam aktivitas pengajaran
menghadapi berbagai kesulitan dan permasalahan. Oleh karena itu, sekolah harus
diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan secara
efektif sesegera mungkin ketika permasalahan muncul.
c. Prinsip system pengelolaan mandiri (Self Managing System). MBS tidak
menyangkal perlunya mencapai tujuan berdasarkan kebijakan dari atas tetapi
menururt MBS terdapat berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena
itu, amat penting dengan mempersilahkan sekolah untuk memiliki sistem
pengelolaan mandiri (self-managing system)
dibawah kendali kbijakan dan struktur utam, memiliki otonomi untuk
mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi manajemen, mendistribusikan sumber
daya manusia dan sumber daya lainya, memecahkan masalah dan meraih tujuan
menurut kondisi masing-masing karena sekolah menerapkan sistem pengelolaan
mandiri maka sekolah dipersilahkan untuk mengmbil inisiatif atas
tanggungjawabnya.
d. Prinsip inisaitif manusia (human initiatif). Sesuai dengan hubungan kemanusiaan dan perubahan
ilmu tingkah laku pada manajemen modern maka orang-orang mulai memberikan
perhatian serius pada pengaruh dan faktor penting manusia dala efektivitas
organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan pada pentingnya sumber
daya manusia di sekolah untuk lebih berperan dan berinisiatif. Maka MBS
bertujuan untuk membangun lingkugan yang sesuai dengan para konstituen sekolah
untuk berpartisipasi secara luas dan mengembangkan potensi mereka.
2. Komponen Manajemen
Berbasis Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah dapat berjalan dengan
tertib, lancer dan benar-benar terintegrasi dalam suau system kerjasama untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien bilamana dalam seklah tersebut
terdapat berbagai komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka
manajemen berbasis sekolah.
Untuk lebih jelasnya berikut komponen yang dikelola
dalam konsep manajemen berbasis sekolah[8]:
a. Pengelolaan Kurikulum
Sekolah sebagai
ujung tombak pelaksanaan kurikulum baik kurikulum nasional maupun muatan lokal
yang diwujudkan dalam prose pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan agar
proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta
mencapai hasil yang diharapkan diperlukan
kegiatan manajemen progrsm pengajaran. Kepala seolah selaku manajer harus
bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, penilaian perubahan atau
perbaikan program pengajarn di sekolah. Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran
dala MBS, kepala sekolah bersama dengan guru-guru menjabarkan isi kurikulum
secara lebih rinci dan operasional kedalam program tahunan, tengah tahunan,
caturwulan hingga bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan
pelajaran dikembangkan oleh tipa-tiap guru sebelum melakukan kegiatan
pembelajaran.
Langkah
selanjutnya yang dilakukan sekolah
adalah melakukan pembagian tugs guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal
pelajaran, pembagian waktu yang digunakan,, penetapan norma kenaikan kelas,
pencatatan kemajuan belajar peseserta
didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran dan pengisian waktu jam kosong.
b. Pengelolaan Hubungan Masyarakat
Hubungan sekolah
an masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam
membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi siswa di sekolah. Hubungan
sekolah dengan masyarakat bertujuan: 1)
memajukan kualitas pembelajaran, 2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. 3) menggairahkan masyarakat untuk
menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak
cara yang bisa dilakuakan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat
terhadap sekolah dan menjalin hubunga yang harmonis antara sekolah dengan
masyarakat, antara lain dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada
masyarakat mengenai program-program sekolah.
Penyebab utama
yang perlu diketahui mengenai penyebab pelibatan masyarakat, orang tua, dan
seluruh stakeholder lainnya dalam
pengelolaan pendidikan karena pendidikan bukan merupakan tanggungjawab
pemeritah saja melainkan merupakan tanggung jawab bersama orang tua,
masyarakat, dan pemerintah. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan beberaa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pada pasal 8 UU
Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperan
serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan pasal 9 menyebutkan bahwa
masyarakat wajib memberikan dukungan
sumber daya penyelenggaraan pendidikan. Pasal 46 menyebutkan bahwa: a) pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerha, dan
masyarakat.[9]
Peran serta
masyarakat dalam pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN, yaitu:[10]
1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran
serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi keasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2) Masyarakat data berperan serta sebagai sumber,
pelaksana, dan pengguna pendidikan.
Secara lebih
spesifik, pada pada pasal 56 UU Sisdiknas
disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah
atau komite madrasah yang berperan:[11]
1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program
pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
2) Dewan pendidikan sebagai lembag mandiri dibentuk
dan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
Atas dasar
Undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peran serta orang tua dan
masyarakat mellalui komite sekolah dalam penyelenggaran pendidikan tidak hanya
sebtas dukungan dana melainkan juga bertanggung jawab terhdap proses
pendidikan. Dengan demikian sekolah memiliki beban mempertanggungjawabkan hsil
pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat khususnya orang tua siswa melalui
komite sekolah.
Menurut Anne
Wescott Dodd dan Jean Konzal, sekolah tidak hanya perlu menggalakkan pelibatan
public atau stakeholder tapi juga
melakukan kontrak (agreement) dengan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Sekolah perlu membangun “public engagement” dengan cara member
kesempatan seluas-luasnya kepada publik, khususnya orang tua, untuk terlibat
dalam penetapan visi, misi, prigram serta strategi implementasinya.[12]
Manajemen
sekolah merupakan model manajemen sekolah dengan melibatkan seluruh stakeholder lebih besar dalam proses
pengambilan keputusan. Pelibatan lebih banyak stakeholder diharapkan dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam
impelemntasi program-program sekolah.[13]
Dari pendapat di
atas, dapat dipahami bahwa apabila kepala sekolah secara lebih terbuka,
demokratis, dan meliibatkan lebih banyak
stakeholder dalamproses pengambilan
keputusan maka sekolah akan lebih bertanggung jawab dan masyarakat dan oran tua
siswa lebih mempunyai rsa memiliki yang lebih tinggi.
c. Pengelolaan Kesiswaan
Pengelolaan
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan
terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari masuk hingga
keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. [14]Tujuan pengelolaan
kesiswaan adalah untuk mengatur kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
tersebut berjalan lancar, tertib dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan
sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen kesiswaan minimal
memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan yaitu penerimaan murid baru,
kegiatan kemajuan belajar, dan bimbingan serta pembinaan disiplin.[15]
d. Pengelolaan Pembiayaan Sekolah
Pada
dasarnya pembiayaan pendidikan (educational
finance) dapat dimaknai sebagai kajian tentang bagaimana pendidikan dibiayai atau didana. Dalam hubungan ini
Elchanan Cohn (1979: 10) dalam Suharsaputra (2010) [16]
menguraikan lingkup pembiayaan pendidikan sebagai berikut:
Educational
Finance. Who should pay for education? Should the government support public and
private education? If so, which level of government should take what share of
the burden? And what share of total costs should be borne by the taxpayers as
opposed to direct beneficiaries of the educational endeavor? Also, if subsidies
are justified, should they be given to educational institution or to individual
in the form of a voucher?
Uraian
di atas mempertanyakan bagaimana biaya pendidikan dapat dipenuhi. Siapa yang
akan membiayai. Siapa yang dibiayai. Dan bagaimana dana yang telah didapat
dikelola demi tercapainya tujuan pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan bangsa.
Pengertian
dari pembiayaan pendidikan adalah sebagaimana yang diutarakan Nanang Fattah[17]
bahwa pembiayaan pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan
dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup
gaji guru, peningkatan profesional guru, pengadaan sarana ruang belajar,
perbaikan ruang, pengadaan peralatan/mobile, pengadaan alat-alat dan buku
pelajaran, alat tulis kantor (ATK), kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan
pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan.
Dapat
dikatakan pula bahwa pembiayaan pendidikan sesungguhnya adalah sebuah analisis
terhadap sumber-sumber pendapatan (revenue)
dan penggunaan biaya (expenditure)
yang diperuntukkan sebagai pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
dalam rangka mencapat tujuan yang telah ditentukan.
Sejalan
dengan berlakunya otonomi daerah, dikembangkannya manajemen berbasis sekolah
(MBS) atau school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam
manajemen sekolah, termasuk dalam mengelola (manajemen) keuangan. Menurut
Rugaiyah & Sismiati,[18]
manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan sesuai
kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam mengelola keuangan harus dilakukan
dengan menganut system: transparan, akuntabel, responsible, relevan, efektif
dan efisien. Manajemen keuangan meliputi perencanaan financial, pelaksanaan,
dan evaluasi.
Menurut
Mulyasa,[19]
strategi sekolah dalam menggali dana pendidikan secara administrative sangat
tepat karena berkaitan dengan bagaimana seorang kepala sekolah melakukan upaya-upaya
pengelolaan sumber daya dan sumber dana yang terdapat di dalam lingkungan
sekolah. Dalam MBS strategi tersebut dapat direalisasikan melalui penyelenggara
berbagai kegiatan berikut:
1)
Melakukan
analisis internal dan eksternal terhadap berbagai potensi sumber dana;
2)
Mengidentifikasi,
mengelompokkan dan memperkirakan sumber-sumber dana yang dapat digali dan
dikembangkan;
3)
Menetapkan sumber-sumber
dana melalui
a) musyawarah
dengan orang tua siswa baru, pada awal tahun ajaran,
b) musyawarah dengan para guru untuk mengembangkan koperasi
sekolah,
c) menggalang
partisipasi masyarakat melalui dewan sekolah, dan
d) menyelenggarakan
kegiatan olah raga dan kesenian peserta didik untuk mengumpulkan dana dengan
memanfaatkan fasilitas sekolah.
Dalam
pelaksanaannya, manajemen keuangan dilakukan oleh:[20]
1)
Otorisator:
pejabat yang berwenang untuk mengambil tindakan mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran.
2)
Ordonator:
pejabat yang berwenang melakukan pengujian memerintahkan pembayaran atas segala
tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
3)
Bendaharawan:
pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang
atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta
diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggung jawaban.
Jadi dalam
pengelolaan pembiayaan pendidikan masing-masing pejabat memiliki kewengan dan
tanggung jawab masing-masing.
[1]Gibson Ivanevich Donelly et all,Organizations, behavior, structure,
processes (Texas : Business Pub, Inc. Plano, 1985), p.37
[2]Stephen
P. Robbins dan Marry Coulter, Management (New
Jersey: Prentice Hall, Inc., 1999), p.11-12
[3]James A.F. Stoner dan Charles Wankel, Perencaaaan dan Pengambilan Keputusan Dalam
Manajemen, terjemahan Sahat Smamora (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), p.22-25
[4] Syaiful
Sagala. Manajemen Berbasis Sekolah,
Strategi Memenangkan Persaingan Mutu (Jakarta:
Nimas Multima, 2004), p. 129
[7] Yin Cheong
Cheng, School Effectivenes & School
Based of Manegement (MBS): A Mechanism for Development,(Washington D.C.:
The Falmer Press, 1996)p. 58-58
[12] Anne Wescotta
Dodd dan Jean Konza, How Communties Buil
Stronger Schools, (New York: Palgrave Macmilian Publishing Co,
2002),p.11-12
[17] Nanang
Fattah. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. (Bandung. Rosdakarya.) p, 112.
[18] Rugaiyah
dan A. Sismiati, Profesi Kependidikan,( Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
2011).p. 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar